KOMPAS.com – Pernahkah Anda merasa sulit menahan kencing atau buang air kecil (BAK)?
Jika pernah, salah satu kondisi medis yang bisa menyebabkan kondisi tersebut adalah inkontinensia urine (UI).
Inkontinensia urine adalah keluarnya urine di luar kehendak, sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan maupun sosial.
Meski bukan termasuk kondisi yang mengancam jiwa, inkontinensia urine tetap saja bisa memengaruhi kualitas hidup seseorang karena dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti hubungan interpesolan, interaksi sosial, kesehatan psikologis, termasuk seksual.
Gejala inkontinensia urine
Gejala inkontinensia urine sebenarnya bervariasi atau tidak hanya sulit menahan kencing.
Melansir Health Line, berikut ini beberapa tipe inkontinensia urine beserta gejalanya masing-masing yang dapat dikenali:
1. Inkontinensia urin tekanan (stress incontinence)
Urin keluar ketika ada peningkatan tekanan pada kandung kemih karena adanya batuk, bersin, tertawa, atau ketika mengangkat beban berat atau berolahraga.
2. Inkontinensia urin desakan (urge incontinence)
Timbul rasa ingin kencing yang tiba-tiba dan mendesak atau kebelet yang diikuti dengan keluarnya urine.
Jumlah urine yang dikeluarkan pun meningkat, termasuk pada malam hari.
Kondisi ini bisa terjadi akibat adanya infeksi atau adanya kondisi yang lebih serius, seperti gangguan saraf pada penderita diabetes.
3. Inkontinensia urine campuran (mixed incontinence)
Urine keluar karena adanya faktor gangguan gabungan, antara inkontinensia tekanan dan tekanan.
4. Inkontinensia urin luapan (overflow incontinence)
Ditandai dengan ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, seperti mengejan, pancaran urine lemah, tidak tuntas, dan kandung kemih terasa penuh.
5. lnkontinensia urin kontinua (continuous incontinence)
Gejalanya ditandai dengan urine keluar secara terus menerus.
Untuk beberapa kondisi, inkontinensia urine perlu segera ditangani oleh dokter untuk mencegah komplikasi atau kondisi yang memburuk.
Anda disarankan untuk segera menghubungi dokter jika mendapati gejala inkontinensia urine berikut:
Faktor risiko inkontinensia urine
Kelima jenis inkontinensia urine di atas dapat dialami oleh siapa saja, tergantung faktor risiko yang dimiliki masing-masing orang.
Melansir Cleveland Clinic, berikut ini beberapa faktor risiko inkontinensia urine yang dapat dipahami:
1. Usia lanjut
Ketika seseorang bertambah usia, kekuatan otot-otot di kandung kemih dan uretra menurun, sehingga menyebabkan urine tidak dapat ditahan secara optimal.
Inkontinensia juga sering kali menjadi bagian dari sindrom geriatri atau sekumpulan masalah kesehatan yang terjadi pada lansia.
2. Jenis kelamin wanita
Inkontinensia urine dilaporkan lebih banyak menyerang wanita dibandingkan pria.
Pada wanita lebih sering terjadi inkontinensia tekanan yang disebabkan oleh kehamilan, proses persalinan, menopause, dan anatomi traktus urinarius wanita.
Sedangkan pada pria, lebih sering terjadi inkontinensia desakan dan luapan yang disebabkan oleh masalah prostat.
3. Berat badan berlebih
Kelebihan berat badan dapat meningkatkan tekanan pada kandung kemih dan otot sekitarnya.
Tekanan ini bisa juga membuat otot menjadi lemah dan membuat urine lebih cepat keluar, terutama saat batuk atau bersin.
4. Merokok
Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko inkontinensia urin karena nikotin dapat membuat kandung kemih lebih aktif dari biasanya.
5. Riwayat keluarga
Risiko seseorang mengalami inkontinensia urine akan meningkat jika memiliki anggota keluarga yang lebih dulu mengalami inkontinensia urine, terutama inkontinensia desakan.
6. Kondisi medis lainnya
Penyakit seperti gangguan saraf, gangguan imun, dan diabetes dapat meningkatkan risiko inkontinensia urine.
Penyebab inkontinensia urine
Inkontinensia urine ada yang bersifat sementara dan menetap.
Inkontinensia urine bersifat sementara dapat disebabkan oleh pengaruh minuman, makanan, dan obat-obatan tertentu yang merangsang kandung kemih dan meningkatkan volume urine.
Beberapa makanan dan minuman yang bisa menyebabkan inkontinensia urine antara lain, yakni:
Sedangkan sejumlah obat-obatan yang bisa meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami inkontinensia urine, yakni:
Sementara itu, inkontinensia urine menetap bisa terjadi karena adanya kondisi atau perubahan fisik seseorang seperti:
Inkontinensia urine menetap juga dapat disebabkan oleh kondisi medis lain, seperti infeksi saluran kencing (ISK) dan konstipasi.
Cara mengobati inkontinensia urine
Terapi inkontinensia urine dapat dilakukan tergantung dari tipe kelainan yang dialami, derajat, dan penyebab yang mendasarinya.
Penanganan awal pada inkontinensia tekanan, desakan, dan campuran, meliputi:
Sedangkan penanganan awal pada kasus inkontinensia urine luapan dan kontinu bergantung pada sebab yang mendasarinya.
Misalnya, jika penyebab inkontinensia urine karena ada pembesaran prostat jinak, kemungkinan diperlukan tindakan operasi.
Cara mencegah inkontinensia urine
Inkontinensia urine pada dasarnya dapat dicegah sejak dini.
Melansir Medical News Today, berikut ini adalah beberapa cara mencegah inkontinensia urine yang dapat dilakukan:
Segeralah ke dokter spesialis bedah urologi jika Anda memang mulai merasakan gejala inkontinensia urine.
https://health.kompas.com/read/2020/09/15/150200068/sulit-menahan-kencing-waspadai-kondisi-medis-ini