Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mendudukkan Polemik Konsumsi Susu Kental Manis, Ini Kata Pakar Gizi

KOMPAS.com – Konsumsi produk susu kental manis (SKM) sempat menjadi polemik di masyarakat.

Ada pihak yang memandang konsumsi susu kental manis tidak diperlukan karena dianggap hanya mengandung banyak gula dan minim nutrisi lainnya.

Di sisi lain, ada pihak yang menilai konsumsi susu kental manis tak masalah asal hanya dijadikan sebagai topping makanan atau jangan diseduh.

Terkait hal ini, Pakar gizi sekaligus Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia (PKGK UI), Ahmad Syafiq, berpendapat produk susu kental manis sebenarnya sah-sah saja dikonsumsi masyarakat asal dilakukan secara proporsional.

Menurut dia, konsumsi susu kental manis dengan cara diseduh atau dicampur dengan air putih hangat maupun dingin juga tak menjadi soal asal jangan sampai berlebihan.

“Hati-hati juga dengan istilah ‘tidak boleh diseduh’. Apakah kalau diseduh susu kental manis berubah jadi berbahaya? Kan tidak, ya,” jelas Syafiq saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (11/10/2021).

Jika dilihat dari segi sejarah, setahu dia, susu kental manis dibuat dalam bentuk kental agar bisa disimpan dalam waktu lama atau jangka panjang.

Gula di susu kental manis itu berfungsi sebagai pengawet yang akan menjaga kualitas isi produk. Karena susu kental manis sudah dijual dan dibawa keliling dunia sejak 100 tahun yang lalu di mana saat itu memang belum ada teknologi yang lebih canggih.

“Susu kental manis ini bisa jadi campuran berbagai minuman, seperti teh, kopi, atau STMJ (susu-telur-madu-jahe). Itu kan pakai susu kental manis enggak masalah,” tutur dia.

Jadi, jika susu kental manis ingin dikonsumsi dan dicampur dengan air, maka penting diperhatikan jumlah larutannya harus sesuai dengan saran penyajian.

Perlu diperhatikan aspek kebersihan air sebagai pelarut SKM dan tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan.

“Sebenarnya kan bukan susu kental manis saja, makanan atau minuman apa pun jika dikonsumsi secara berlebihan ya tidak baik untuk kesehatan,” urai Syafiq.

Selain tak boleh dikonsumsi secara berlebihan, Syafiq mengingatkan bahwa susu kental manis tak boleh juga dijadikan sebagai sumber pangan tunggal untuk pemenuhan gizi.

“Susu kental manis ini tidak boleh dijadikan sebagai sumber zat gizi satu-satunya karena pesan dari gizi seimbang kan yang nomor satu pilarnya adalah makanlah beraneka ragam makanan,” jelas dia.

“Susu kental manis ini tidak boleh dijadikan sebagai sumber zat gizi satu-satunya karena pesan dari gizi seimbang kan yang nomor satu pilarnya adalah makanlah beraneka ragam makanan,” jelas dia.

Susu kental manis juga tidak boleh digunakan untuk menggantikan air susu ibu (ASI) dan tidak cocok untuk dikonsumsi oleh bayi sampai usia 12 bulan.

“Meskipun termasuk sebagai produk susu, susu kental manis ini tidak bisa dipakai sebagai satu-satunya sumber gizi apalagi diberikan sebagai pengganti ASI dan diberikan kepada bayi,” tutur dia.

Masyarakat diajak bijak konsumsi susu kental manis

Saat disinggung soal kemungkinan masih ada banyak masyarakat yang menggunakan susu kental manis sebagai satu-satunya sumber gizi, diberikan kepada bayi, dan dijadikan sebagai pengganti ASI, Syafiq menilai, hal itu bisa terjadi karena pengaruh tingkat literasi gizi masyarakat yang masih rendah, termasuk kemampuan dalam membaca label.

Menurut dia, studi-studi menunjukkan bahwa di Indonesia, masih ada banyak masyarakat yang tidak bisa membaca label nutrisi.

“Bahkan studi yang melibatkan mahasiswa yang terdidik, ditemukan hanya ada 40 persen (responden) yang bisa membaca label dan 60 persen tidak bisa. Lalu bagaimana dengan masyarakat awam? Saya menduga angkanya (yang tidak bisa membaca label pangan) lebih besar,” ungkap Syafiq.

Dalam kasus susu kental manis, BPOM sendiri telah mengeluarkan Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

Peraturan tersebut mewajibkan para pelaku usaha susu kental dan analognya mencantumkan peringatan pada label pangan berupa tulisan berwarna merah di dalam kotak persegi panjang berwarna merah di atas dasar putih.

Berikut tulisan peringatan yang harus dicantumkan:

“Perhatikan!
Tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu
Tidak Cocok untuk Bayi sampai usia 12 bulan
Tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi”

Syafiq pun mengajak masyarakat untuk dapat bijak dalam mengonsumsi susu kental manis dengan memperhatikan kandungan gizi, termasuk kandungan gula pada label informasi nilai gizi.

Dia menyampaikan SKM memang mengandung gula. Kandungan lemak dan gula dalam susu kental manis ini sudah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2971: 2011.

Dalam SNI disebutkan kombinasi gula dan lemak pada produk ini adalah 51-56 persen dengan kandungan gula 43-46 persen.

Asal tidak dilakukan secara berlebihan, Syafiq yakin, susu kental manis aman-aman saja dikonsumsi oleh masyarakat, termasuk anak-anak.

Kandungan gula dalam susu kental manis ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi tubuh.

Di samping itu, menurut Peraturan BPOM Nomor 34 tahun 2019 tentang Kategori Pangan, susu kental manis harus mengandung protein tidak kurang dari 6,5 persen. Sedangkan krimer kental manis (KKM) batas minimal proteinnya lebih rendah yaitu hanya 1 persen.

Hal ini sesuai juga dengan Codex Standard for Sweetened Condensed Milk (CXS 282-1971 Rev. 2018).

Tapi, menurut Syafiq, pada kenyataannya masyarakat sering tidak bisa membedakan antara susu kental manis dan krimer kental manis. Lagi-lagi, hal ini berkaitan dengan kemampuan membaca label dengan baik.

Oleh sebab itu, dia menganggap, edukasi mengenai prinsip-prinsip gizi, pedoman gizi seimbang, isi piringku perlu lebih digencarkan lagi sehingga masyarakat lebih paham dengan informasi yang benar dan tidak menyesatkan.

Pada akhirnya, masyarakat diharapkan dapat memilih makanan dan minuman yang baik dan bergizi.

https://health.kompas.com/read/2021/10/13/150400068/mendudukkan-polemik-konsumsi-susu-kental-manis-ini-kata-pakar-gizi

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke