Menurut studi yang dilakukan tahun 2013, angka preeklamsia di Indonesia berkisar antara 3,4 - 8,5 persen dari kehamilan. Dari angka tersebut yang menjadi penyebab kematian pada ibu berkisar antara 9,8 - 25 persen.
Preeklamsia didefinisikan sebagai hipertensi pada kehamilan. Kondisi ini terjadi sejak 20 minggu masa kehamilan.
Kondisi itu juga ditandai dengan terjadinya proteinuria, yiatu urine perempuan hamil mengandung protein albumin. Hal yang tidak mungkin terjadi dalam kondisi normal.
Beberapa ahli memisahkan peningkatan tekanan darah tanpa proteinuria sebagai hipertensi gestasional. Kondisi ini umumnya terjadi di awal kehamilan dengan keluhan yang lebih ringan (Burton et al, the BMJ 2019).
Dalam penelitian terbaru (Chapel et al, The Lancet 2021), preeklamsia di definisikan sebagai gangguan multi sistem pada kehamilan. Hal ini ditandai dengan gangguan perfusi cairan di plasenta yang bervariasi, tergantung berat ringannya.
Gangguan itu mengakibatkan pelepasan berbagai mediator peradangangan ke dalam sistem sirkulasi. Pelepasan ini diakibatkan adanya jejas endotel pada ibu.
Jejas endotel itu diakibatkan invasi trofoblas plasenta. Invasi itu mengakibatkan plasenta tertanam semakin dalam pada dinding rahim.
Kondisi tersebut merupakan mekanisme kompensasi stres pada bayi (Mustafa et al, Journal of Pregnancy 2012). Kondisi stres pada bayi berupa kurangnya suplai oksigen atau stres oksidatif.
Kondisi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satu penyebab stres oksidatif adalah stres emosi. Stres emosi memicu pelepasan hormon stres katekolamin (catecholamine).
Katekolamin terutama epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan penyempitan pembuluh darah. Akibat penyempitan pembuluh darah maka suplai nutrisi termasuk oksigen jadi terganggu.
Akibat kurangnya asupan nutrisi, trofoblas yang ada plasenta tertanam semakin dalam. Hal itu mengakibatkan jejas endotel di dinding rahim. Jejas atau perlukaan pada dinding rahim mengakibatkan pelepasan berbagai zat mediator peradangan.
Berbagai jenis mediator peradangan dilepaskan pada setiap jejas atau perlukaan. Selain itu juga berbagai faktor pembekuan darah.
Mediator peradangan ini memengaruhi berbagai fungsi organ, tergantung pada jenis organ dan zat mediatornya. Misalnya histamin. Histamin bertanggung jawab pada berbagai reaksi alergi. Misalnya asma, gatal alergi, dan rhinitis.
Histamin juga memengaruhi saluran cerna terutama di reseptor H2. Kondisi peradangan pada dinding rahim akibat invasi trofoblas memicu pelepasan histamin.
Hal itu yang dianggap sebagai pemicu terjadinya hiperemesis atau muntah pada awal kehamilan. Hiperemesis yang terjadi pada kehamilan di atas 20 minggu berkaitan dengan kondisi preeklamsia.
Batasi asupan karbohidrat
Karena stres oksidatif itu dipengaruhi oleh stres emosi, maka perlu upaya untuk memberikan ketenangan pada ibu.
Pembatasan asupan karbohidrat juga sangat penting dilakukan. Sebelumnya pernah saya tulis, bagaimana asupan karbohidrat berlebih mengakibatkan produksi asetil kolin. Asetil kolin adalah neurotransmitter utama yang mempengaruhi proses berfikir.
Stres adalah kondisi pelepasan asetil kolin sporadis. Dengan pembatasan asupan karbohidrat, maka produksi dan pelepasan asetil kolin juga dibatasi.
Otak akan melakukan efisiensi dalam produksi dan pelepasan asetil kolin. Hanya melakukan proses aktivitas saraf prioritas. Dengan stres emosi yang berkurang, maka stres oksidatif juga berkurang.
Hal itu diakibatkan tidak dilepaskannya katekolamin yang merupakan hormon stres. Namun pembatasan karbohidrat akan memicu proses glukoneogenesis. Proses ini juga memicu proses otofagi (autofagi) pada ibu.
Proses itu akan bermanfaat melepaskan growth hormon. Growth hormon memicu pertumbuhan bayi yang optimal. Growth hormon juga memicu pelepasan kortisol.
Kortisol akan mengatasi peradangan secara alami. Akibatnya peradangan yang menjadi dasar terjadinya preeklamsia/eklamsia dapat teratasi. Dengan disertai asupan protein yang cukup maka preeklamsia/eklamsia dapat di atasi secara alami.
Secara praktis untuk menanggulangi preeklamsia/eklamsia secara alami, tanpa obat adalah sebagai berikut. Batasi asupan karbohidrat dan diet tinggi protein.
Batasi waktu makan empat jam sebelum istirahat malam. Minum sebanyak mungkin setiap habis buang air kecil. Hindari mengemil atau makan tanpa batas waktu. Hal ini mengakibatkan pelepasan growth hormon terganggu. Tidak menghentikan asupan karbohidrat sama sekali.
Karbohidrat dibutuhkan untuk merangsang pelepasan inkretin. Inkretin akan memicu pelepasan insulin. Insulin kita perlukan bukan untuk menurunkan kadar glukosa darah semata. Insulin kita butuhkan dalam pembentukan berbagai zat yang dibutuhkan tubuh.
Jadi puasa terus menerus tidak baik terutama pada ibu hamil, akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada janin. Jadi tetap dalam keseimbangan! Batasi asupan karbohidrat. Batasi waktu makan. Tapi bukan menghentikan sama sekali.
Dengan pendekatan ini, bukan hanya preeklamsia/eklamsia teratasi. Hal itu juga akan menghasilkan janin yang sehat. Tanpa ancaman stunting. Salam semoga menjadi inspirasi hidup sehat.
https://health.kompas.com/read/2022/09/13/124738468/penanggulangan-preeklamsia-secara-autofagi