Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Semua Homoseksual seperti Ryan

Kompas.com - 23/07/2008, 08:43 WIB

JAKARTA, RABU - Aksi Ryan melakukan pembunuhan berantai tidak bisa dikaitkan dengan orientasi seksnya sebagai seorang homoseksual atau gay. Anggapan bahwa seorang homoseksual lebih sensitif dan lebih posesif terhadap pasangannya juga tidak selalu benar.

Pendapat ini dipaparkan Sekretaris Jenderal Arus Pelangi Yuli Rustinawati di kantornya di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (22/7). Arus Pelangi adalah organisasi yang membela hak-hak para lesbian, gay, biseksual, dan transeksual (LGBT).

Lebih jauh, Yuli mengatakan, Arus Pelangi prihatin atas perbuatan kriminal Ryan. Menurutnya, peristiwa itu akan membuat LGBT semakin menjadi korban diskriminasi ataupun stigma. "Orang akan bilang, jangan dekat-dekat homo, ntar dimutilasi loh Padahal, harusnya enggak begitu," ujamya.

Yuli menilai, dalam kasus Ryan, media massa terlalu mengait-kaitkannya dengan posisi Ryan sebagai seorang homoseksual. Padahal, peristiwa itu bisa saja terjadi pada orang yang bukan homoseksual. "Karena homo itu menarik, jadi itu yang diangkat terus, padahal tidak ada kaitan," ujarnya.

Menurut Yuli, dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kaum LGBT sama dengan orang-orang yang bukan LGBT. Dalam hal menyayangi dan mencintai pasangannya, kaum LGBT juga sama dengan orang di luar mereka.

Dodo, konsultan Arus Pelangi yang juga gay, membenarkan hal tersebut. "Hubungan cinta, rumah tangga, posesifitas, dan sensitifitas kami sama saja dengan mereka yang heteroseks," ujarnya.

Menurut Dodo, sudah sejak lama homoseksual telah dinyatakan bukan gangguan jiwa. Namun, masyarakat masih banyak yang menganggap homoseksual adalah suatu penyakit kejiwaaan.

Contoh anggapan keliru lainnya, kata Dodo, adalah perilaku sodomi yang selalu dikaitkan dengan kaum homoseksual. Padahal, banyak pasangan suami-istri yang juga melakukan sodomi. Para hidung belang juga banyak yang melakukan sodomi mengencani pekerja seks komersial (PSK). "Robot Gedek misalnya, ia bukan homo, tapi menggunakan anak laki-laki sebagai alat pemuas seksnya," ujarnya.

Homofobia

Aksi Ryan melakukan pembunuhan berantai bisa menyuburkan ketakutan masyarakat terhadap kaum homoseksual. Ketakutan terhadap kaum homoseksual tersebut disebut homofobia.

Dodo mengatakan, dirinya mendapat informasi puluhan gay ditangkap di sebuah diskotek di Senen, Jakarta Pusat, pada Senin (21/7) malam atau beberapa jam setelah polisi menemukan empat korban Ryan yang dikubur di halaman belakang rumah Ryan di Jombang, Jawa Timur.

"Memang informasi itu belum pasti, tapi jika informasi itu betul, apakah tepat jika semua homo ditangkapi hanya karena Ryan," ujar Dodo.

Dodo mengatakan, Arus Pelangi tidak pernah berinteraksi langsung dengan Ryan, Novel, ataupun Ariel. "Jujur, saya cuma tahu Heri, tapi sebatas tahu, tidak tahu di mana rumahnya dan di mana kerjanya," ujarnya.

Dodo mengatakan, seorang gay tidak bisa hanya dikenali dari luarnya. Seorang pria yang sangat macho dan maskulin bisa jadi adalah seorang gay. Anting satu atau gerak-gerik tubuh yang gemulai seperti perempuan juga bukan tanda akurat bahwa seseorang adalah homoseksual.

Nanda, psikolog yang aktif di Arus Pelangi, menambahkan, isu yang dibicarakan di kalangan LGBT juga sama dengan orang-orang di luar LGBT.

Namun, akibat stigma dan perlakuan masyarakat, sebagian kaum LGBT menjadi lebih sensitif. la mengatakan, perasaan sensitif dan mudah tersinggung adalah wajar karena orang tersebut kerap diolok-olok dan dilecehkan lingkungan. Namun, jumlah yang sedikit itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyamaratakan bahwa semua LGBT sensitif dan posesif. (Warta Kota/sab)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com