Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dr Eka Disegani Setelah Operasi Si Yatim Piatu

Kompas.com - 02/11/2008, 07:51 WIB

Prestasi ini diakui negara-negara maju, termasuk Amerika. Dr Eka diundang sebagai guru besar tamu pada Universitas Arkansas, dan Universitas Harvard Amerika Serikat. Seterusnya dr Eka menjadi narasumber tersohor dan laris ke beberapa negara seperti Taiwan, Jepang, Malaysia, Jerman, untuk membicarakan hal yang sama, yakni sukses mengangkat tumor dari batang otak.

Ia mengatakan dalam dunia kesehatan bedah otak ada standar angka kematian, dan ada standar angka kesakitan.  Misalnya, jumlah pasien yang dioperasi di Amerika adalah 1.000 orang dan meninggal lima orang, dan lumpuh 100 orang, sedangkan di Indonesia dari 1.000 pasien meninggal enam orang dan yang lumpuhnya 90 orang. Itu standar nilai keberhasilan. Dan setelah presentasikan di dunia internasional, standar Indonesia tidak beda jauh dengan Amerika, Jerman, dan Jepang.

"Di mana-mana pasti ada angka kematian. Nggak ada keberhasilan 100 persen hidup terutama untuk operasi otak. Dari angka ini, ternyata kita tidak beda jauh dari negara maju. Dengan demikian masyarakat semakin menyadari, mengapa mereka mesti berangkat jauh ke luar negeri kalau di dalam negeri saja sudah bisa," kata dr Eka.

Dia mencontohkan satu BUMN besar, beberapa tahun lalu, jika staf ada keluhan sekalipun hanya pusing, maka selalu untuk memeriksa kesehatan selalu ke Tokyo. Dan setiap berangkat, selalu membawa istri atau suami. Belakangan, pihak SDM BUMN itu mulai sadar, pengobatan semacam ini berbiaya tinggi, dan kebobolan miliaran rupiah.

Kebiasaan seperti ini sebenarnya sudah merebak. Pejabat negara, mulai menteri, staf presiden, konglomerat, kalau pusing biasanya langsung ke Singapura untuk periksa kesehatan. "Kalau orang gede-gede sudah menberi contoh begitu, yah bagaimana rakyatnya. Padahal banyak pemimpin di negara lain, tidak mau berobat ke luar negeri. Mereka memilih berobat di dalam negerinya sendiri dan percaya kepada dokter sendiri, mereka gengsi kalau harus ke luar negeri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com