Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Buruh Sawit Rentan Keracunan Pestisida!

Kompas.com - 20/11/2008, 21:31 WIB

NUSA DUA, KAMIS – Buruh harian lepas (BHL) di perkebunan kelapa sawit khususnya perempuan rentan bahaya keracunan pestisida, pupuk dan proses penyerbukan sawit. Sistem kerja yang tidak adil juga menyebabkan banyak anak-anak buruh yang putus sekolah demi membantu orangtuanya. Hal ini diungkap dalam diskusi bertajuk Labours, Women, Children and Agrochemical, diselenggarakan Sawit Wacth, sebagai kegiatan back to back dengan Pertemuan tahunan Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) VI, Bali (19/11).

"Banyak pekerjaan berbahaya yang melibatkan bahan kimia berbahaya dikerjakan buruh perempuan, seperti penyemprotan pestisida dan pemupuk serta penyerbukan tanpa perlengkapan dan informasi yang memadai,” Jelas Lili Pintauli Siregar, dari Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Dampak kesehatan yang dirasakan mulai dari iritasi ringan, kulit terbakar hingga terburuk adalah kematian janin pada buruh perempuan yang sedang hamil. Lili menambahkan, buruh harian lepas perempuan juga kerap mengalami pelecehan dari kelompok mandor.  

Dalam empat bulan terakhir di Sumatra  Utara saja tercatat ada 47 kecelakaan yang dicatat oleh Kelompok Petani Sejahtera terjadi di perkebunan sawit dan karet. Diantaranya 32 korban masuk dalam kategori  kecelakaan ringan, 11 korban cacat total terkena getah, tertimpa buah sawit dan terkena getah karet dan kotoran kedalam mata sehinggabuta dan 2 korban meninggal akibat tertimpa tanda buah segar dan terkena sengatan listrik di areal perbatasan kebun.  

Seorang buruh perempuan yang bekerja pada  PT Lonsum selama 3 tahun sudah tiga kali mengalami gatal-gatal setelah menyemprot herbisida, tetapi tidak sekali pun diganti biaya kesehatannya oleh perusahaan tempatnya bekerja.

”Tugas saya membasmi rumput dengan RoundUp, dengan upah Rp.23.000,- kalau bekerja dari pukul 7-12 siang.” ungkapnya. Hingga kini perusahaan tidak pernah memberikan masker yang diminta oleh buruh.  

Sebagian besar buruh harian lepas di perkebunan sawit tidak mendapatkan perlindungan dan informasi yang layak dalam melakukan pekerjaan terkait dengan bahan kimia berbahaya. Buruh harus bisa memenuhi keselamatan kerja sendiri untuk dapat bekerja di perusahaan sawit. Bahkan anak-anak buruh (12-18 tahun) memiliki kerentanan yang sama.

”Pada masa panen, banyak orang tua mengajak anaknya untuk mengejar target waktu dan target produksi. Anak-anak ini tidak dibayar karena status membantu orang tua mereka. Akibatnya mereka putus sekolah.” papar Gindo Nadapdap, Direktur Eksekutif  KPS Medan, yang bekerja pada isue buruh sawit.  

Kelompok ini mengharapkan Pertemuan RSPO VI, mau melihat kenyataan yang ada di lapangan dan secara serius menerapkan prinsip dan kriteria tentang perkebunan sawit berkelanjutan. ”Kalau masih banyak buruh harian lepas, masih banyak buruh yang mengalami keracunan dan masih banyak anak-anak yang putus sekolah, saya pikir RSPO tidak serius mewujudkan keberlanjutan dalam praktek dilapangan.” tegas Gindo

”Perusahaan jangan lagi menggunakan sistem kontrak dan Buruh Harian Lepas, tetapi mengangkat sebagai buruh tetap dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi BHL dan keluarganya," tambah Lili.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com