Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pil KB Dapat Mengurangi Risiko Endometriosis

Kompas.com - 28/01/2009, 19:58 WIB

SEMARANG, RABU — Alat kontrasepsi keluarga berencana berupa pil dapat mengurangi risiko bagi perempuan untuk terkena penyakit endometriosis. Penyakit ini berbahaya karena berpotensi menyebabkan infertilitas atau kemandulan.

"Selama ini masyarakat masih menganggap pil KB hanya sebagai pencegah kehamilan saja. Padahal, bisa menjadi terapi hormonal bagi endometriosis," ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Ali Baziad di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (28/1).

Endometriosis merupakan kondisi ketika darah menstruasi tidak seluruhnya keluar dari tubuh, tetapi masuk ke dalam rongga perut dan menempel di dinding perut (abdomen).

Perempuan yang mengonsumsi pil KB secara teratur, lanjut Ali, memiliki pengaruh yang jauh lebih baik dibandingkan obat-obat lainnya dalam menghambat pertumbuhan endometriosis.

Ketua Himpunan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Indonesia (HIFERI) Cabang Semarang Noor Pramono mengungkapkan, pil KB dapat membuat endometriosis terhambat karena mengandung hormon estrogen dan progestin sehingga mengistirahatkan pekerjaan indung telur dalam memproduksi hormon estrogen dan progesteron.

"Jika indung telur tidak terlalu banyak bekerja maka gesekan dan rangsangan yang ditimbulkan juga semakin berkurang," ucap Noor yang juga selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Menurut Noor, endometriosis terjadi karena dipicu oleh pola hidup tidak sehat, pengaruh genetik, dan polutan. Endometriosis ini mengakibatkan perempuan merasakan nyeri ketika berhubungan seks dan mengalami infertilitas atau kemandulan.

Tingkat keparahan

Noor menambahkan, nyeri haid berkepanjangan dapat menjadi gejala endometriosis. Apabila tidak segera ditangani, stadium penyakit ini akan bertambah dan risiko untuk menjadi infertil semakin tinggi.

Noor mengemukakan, terdapat tiga tingkat keparahan penyakit endometriosis, antara lain, pada stadium pertama atau ringan dicirikan oleh adanya bercak coklat pada rongga perut di belakang rahim.

"Pada stadium kedua atau sedang, bercak-bercak coklat semakin banyak dan menyebar hingga saluran telur dan usus. Adapun stadium ketiga atau berat ditandai dengan terbentuknya kista coklat atau tumor di indung telur dan perlengketan di sekitar pinggul. Pengobatan pada stadium kedua dan ketiga biasanya dilakukan melalui operasi dan terapi hormonal," tutur Noor.

Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, Fadjar Siswanto, menambahkan, setidaknya 10 persen dari seluruh perempuan dalam usia reproduksi antara 12 dan 50 tahun terkena endometriosis. "Hal ini karena pola hidup perempuan semakin tidak sehat," ungkapnya.

Kendati penderitanya cenderung meningkat, menurut Fadjar, selama ini belum ada standar penanganan yang sama di antara dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Oleh karena itu, HIFERI mengadakan pertemuan ilmiah berkala (PIB) IV 2009 yang mengambil fokus mengenai masalah endometriosis.

Fadjar yang sekaligus sebagai Ketua Panitia PIB IV HIFERI 2009 menyatakan, HIFERI akan menerbitkan buku panduan ilmiah yang berisikan masalah-masalah endometriosis dengan proporsi sepadan antara ilmu dasar dan aplikasi praktik sehari-hari sebagai hasil dari pertemuan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com