Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nata de Coco dari Limbah Air Kelapa

Kompas.com - 29/08/2009, 15:12 WIB

 

Oleh Yoga Putra

Bertahun-tahun lamanya, Slamet Widodo (37) miris melihat tetangganya, pembuat minyak kelapa, membuang puluhan liter air buah kelapa begitu saja ke pekarangan. Ia yakin limbah itu pasti bisa dimanfaatkan, tapi ia tidak tahu caranya.

Slamet baru mendapat insipirasi tahun 2007. Ketika itu, sejumlah mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada datang ke kediamannya di Dusun Ngaseman, Hargorejo, Kokap, Kulon Progo, untuk melaksanakan program kuliah kerja nyata.

”Mereka mengajarkan cara pemanfaatan limbah air kelapa kepada warga desa. Ternyata air kelapa bisa diolah menjadi virgin coconut oil dan Nata de Coco,” kisah Slamet, ketika ditemui di kediamannya pekan lalu.

Ayah satu anak ini langsung tertarik belajar membuat Nata de Coco. Apalagi, mahasiswa kampus biru juga berjanji membantu memasarkan produk penganan bertekstur kenyal dan berserat tinggi ini ke penampung di Bantul dan Yogyakarta.

Berbekal 10 nampan plastik ukuran 20 cm x 10 cm, 20 liter air kelapa dan bakteri acetobacter cuma-cuma, Slamet memulai usaha. Ia merebus air kelapa hingga mendidih, lalu menempatkannya di nampan. Setelah agak dingin, ia memasukkan bakteri ke dalam nampan itu dan menutupnya rapat selama sembilan hari.

Sisa bakteri dibiakkan dengan media air kelapa di botol-botol terpisah. Dengan begitu, Slamet memiliki stok bakteri untuk pembuatan Nata de Coco berikutnya.

Untuk menyimpan cairan Nata de Coco, Slamet membuat rak-rak khusus. Ia juga menyulap gudang belakang rumah menjadi tempat penyimpanan yang hangat dan lembab. Agar fermentasi berjalan baik, Slamet menutup nampan dengan kertas koran.

”Pembentukan Nata de Coco akan berlangsung intensif di ruangan yang hangat. Kalau temperatur berubah-ubah, Nata de Coco akan gagal mengeras,” ujar pria lulusan SLTA ini.

Nata de Coco yang sudah mengeras kemudian dibersihkan dari kotoran dan kulit ari. Setelah itu, lapisan putih susu itu direbus hingga empat kali untuk menghilangkan rasa asam akibat fermentasi. Nata de Coco yang sudah matang dikemas dalam drum plastik sebelum dikirim ke penyalur.

Dengan harga yang cukup bersaing, sekitar Rp 800 per kilogram, Nata de Coco bikinan Slamet cepat merebut pasar. Usahanya tumbuh pesat. Kini, setiap hari Slamet bisa membuat 500 kilogram Nata de Coco. Jumlah nampan yang ia miliki melonjak hingga 4.000 buah.

Mengenai bahan baku air kelapa, ia mengaku tidak pernah kesulitan mencarinya. Slamet memperoleh air kelapa gratis dari tempat-tempat pemarutan kelapa dan para pembuat minyak kelapa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com