Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunitas Wiken Tanpa ke Mal

Kompas.com - 26/11/2009, 18:07 WIB

KOMPAS.com - Apa agenda akhir pekan Anda besok? Makan bersama keluarga? Belanja bulanan? Beli buku? Atau, menonton romantisnya Robert Pattinson dan Kristin Stewart di New Moon? Di mana semua aktivitas itu dilakukan? Apakah di mal terdekat?

Tidak usah heran. Warga kota besar, seperti Jakarta, memang tidak bisa dipisahkan dari mal. Pusat perbelanjaan yang terus bermunculan adalah karena permintaan pasar yang luar biasa. Makin lama makin banyak mal yang dekat dengan permukiman. Alhasil, keluarga di Jakarta makin sering datang ke mal.

Untuk mengisi liburan, misalnya, paling gampang pergi ke mal. Semua anggota keluarga bisa makan bersama-sama di food court atau menonton di bioskop. Setelah itu, mereka masih dapat memenuhi keinginannya masing-masing. Anak-anak pergi ke arena permainan di dalam mal, sang ibu menyambangi department store, dan ayahnya menghabiskan waktu di gerai perkakas. Serbapraktis dan semua puas. Jangan heran bila Anda sulit mencari lahan parkir di mal saat libur.

Namun, bila saban pekan pergi ke mal, apa tidak bosan? Nah, jika Anda jenuh berwisata di pusat belanja, coba simak tawaran dari komunitas Wiken Tanpa ke Mal.

Komunitas yang usianya baru tiga bulan ini sudah menyelenggarakan dua agenda Wiken Tanpa ke Mal. Awal Juni 2009, mereka menggelar agenda liburan di Ragunan selama satu hari penuh. Selanjutnya, Juli (11/7) lalu, WTM jalan-jalan sepanjang Cikini dengan tajuk “Acik di Cikini”.

Salah satu peserta yang ikut ke Ragunan adalah Asih. Lajang berusia 30 tahun ini mengaku senang berwisata ke kebun binatang. Meskipun tinggal di Jakarta, “Saya sudah bertahun-tahun enggak ke Ragunan. Terakhir ke sana waktu SD,” ujar karyawan yang berkantor di Sudirman ini.

Asih bilang, dia diajak seorang temannya untuk ikut liburan ala WTM. “Ide WTM ini kreatif. Mereka menciptakan hal yang sederhana menjadi sesuatu yang menarik,” ujar dia. Gara-gara banyak teman di komunitas WTM, Asih merasa tidak malu menjejakkan kaki di Ragunan lagi.

Hal senada diungkap Saiful Azhar. Karyawan di sebuah perusahaan otomotif ini rajin mengikuti acara WTM. “Seru! Saya juga bisa bertemu teman baru,” kata lajang berumur 27 tahun tersebut. Saiful mengaku diajak temannya untuk ikut WTM, melalui e-mail. Ia mau saja, karena merasa bosan dengan cara menghabiskan waktu liburan di Jakarta. “Kalau diamati, kan, pilihan hiburan di Jakarta enggak terlalu banyak,” tutur Saiful yang sering hangout di mal ini.

Indah Esjepe, salah satu aktivis WTM, mengamini bahwa komunitas ini dibentuk sebagai alternatif  pengisi liburan warga Jakarta. “Biasanya orang-orang kan mengisi akhir pekan ke mal. Soalnya, mau ke luar kota, kok, jauh dan waktu liburannya singkat,” tutur ibu satu anak ini.

Komunitas WTM, menurut Enti Nuridah, penggiat WTM yang lain, dibentuk dari omong-omong antaranggota tiga komunitas yang sudah ada, yakni Nature Trekker, Gerakan Indonesia Bertindak, dan Hiduplah Indonesia Raya. “Dari kumpul-kumpul itu, terlontar ide untuk Wiken Tanpa ke Mal,” kisah Enti, yang sehari-hari bekerja sebagai chiropractic training manager di bilangan Sudirman itu.

Tidak antimal
Para anggota komunitas tadi sepakat bahwa sebenarnya mal atau pusat perbelanjaan bukanlah tempat untuk rekreasi. Maklumlah, acapkali penghuni Jakarta juga bingung mau menghabiskan liburan di mana. “Mal membentuk sifat konsumtif dan orang jadi tidak kreatif di sana,” ujar Adityayoga, anggota Hiduplah Indonesia Raya, yang juga aktivis WTM.

Maklumlah, di pusat perbelanjaan, orang nyaris tidak saling berinteraksi satu sama lain. Alhasil, tidak ada emosi yang dibangun saat liburan ke mal. Padahal, tujuan dari rekreasi adalah agar otak kita menjadi kreatif lagi. Di sisi lain, para penggagas WTM ini pun menangkap gelagat bahwa warga kota besar mulai bosan berlibur di mal. Lagipula warga Jakarta juga menyadari bahwa ada beberapa tujuan berlibur selain mal. “Tapi, umumnya mereka malas kalau harus pergi sendiri,” kata dia.

Meski berusaha tidak mengisi liburan ke mal, toh para aktivis WTM ini tidak antimal. “Kami bukannya antimal, lo!” kata Enti. Ia mengaku sulit melepaskan diri dari pusat perbelanjaan. “Misalnya, mau makan atau ketemu teman, ya paling gampang ke mal,” sambung dia. Aditya mengamini hal tersebut. “Saya juga masih meeting di mal. Atau, beli buku, ya, harus di mal,” kata dia.

Mengajak keluarga ke mal saat liburan juga dilakukan Indah. “Biasanya ke toko buku,” ujar wanita yang berdomisili di Bintaro ini. Jika sudah ke toko buku, maka keluarga Indah bisa betah seharian. Itu sebabnya, Indah mendukung ajakan liburan tanpa ke pusat perbelanjaan. “Sebaiknya, mal memang dikembalikan pada fungsinya, yakni tempat belanja, bukan tempat rekreasi,” sambung Aditya.

Ada pun komunitas WTM, ujar Aditya, membidik semua kalangan dan segmen. “Mau anak muda atau orang tua, semua bisa ikut,” kata dia.

Waktu menggelar acara di Ragunan, Enti bilang, ada sekitar 10 anak yang ikut bergabung. “Kalau acara di Cikini, malah melibatkan tiga generasi, karena ada yang membawa neneknya,” ucap dia.

Bersama komunitas lain
Nah, tidak seperti layaknya komunitas yang lantas membuat mailing list, WTM punya halaman di Multiply dan Facebook. Di sanalah penggiat WTM mengumumkan rencana liburan dan agendanya. “Selain itu, kami juga mencetak selebaran,” tutur Indah.

Promosi cukup dilakukan di dunia maya, dengan cara mem-forward e-mail selebaran. “Waktu mau mengadakan acara di Ragunan, kami juga sempat menyebar selebaran itu ke beberapa sekolah,” kata Indah.

Lantaran membidik seluruh anggota keluarga, aktivis WTM harus membuat agenda yang sesuai. Tengok saja, di Ragunan, mereka mengadakan workshop tentang ular serta melukis tong sampah untuk disumbangkan ke kebun binatang.

Beda lagi di Cikini. Selain mengunjungi Gedong Joang dan Planetarium, rombongan WTM juga mampir di toko roti Tan Ek Tjoan. “Ada peserta yang nostalgia, karena zaman dulu tart Tan Ek Tjoan terkenal enak banget,” tutur Enti.

Dengan agenda yang padat seperti itu, Aditya bilang, mereka terbuka untuk menjalin kerjasama dengan komunitas lain. Waktu di Ragunan, WTM mengajak SIOUX, yakni lembaga studi ular Indonesia, serta komunitas Greenlifestyle. “Oleh Greenlifestyle kami diajak membawa minuman sendiri, untuk mengurangi pemakaian botol plastik,” ujar Aditya.

Komunitas WTM sepakat menggelar agenda liburan mereka secara rutin, satu bulan atau dua bulan sekali. Apa pun agenda liburannya, Aditya meyakinkan bahwa sifat acara WTM selalu kreatif dan berkualitas, baik digelar di luar atau di dalam ruang. “Soalnya, kami punya moto bahwa di dalam weekend yang sehat terdapat weekdays yang kuat,” kata dia. Asyik.

(Hendrika Y/Kontan Online Weekend)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com