Korupsi di Indonesia merajalela tampaknya ditunjang oleh perangkat hukum yang lunak dan toleransi dari lingkungan sekitar, sehingga pelakunya memiliki kemungkinan sukses yang besar dan kemungkinan gagal yang kecil.
5. Motif Prestasi Rendah
Empat aspek yang telah diuraikan sebelumnya merupakan aspek situasional. Motif berprestasi merupakan aspek internal, berada dalam diri individu itu sendiri.
Orang yang memiliki motif berprestasi tinggi selalu ingin mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya (McClelland, 1963). Mereka bekerja didorong oleh keinginan kuat untuk menghasilkan mutu yang baik, bukan karena keinginan lain seperti menghasilkan uang sebesar-besarnya dalam waktu singkat. Mereka menyukai pekerjaan yang menantang, bukan yang ringan.
Masalahnya, sejak Indonesia dibangun dengan memprioritaskan pertumbuhan ekonomi (era Soeharto), penghargaan tinggi diberikan kepada pemilik modal. Gaya kepemimpinan nasional yang dikembangkan lebih mendorong penghargaan terhadap kedudukan atau kekayaan perorangan.
Di sisi lain, penghargaan terhadap prestasi sangat kurang. Hal ini tampaknya telah membuat bangsa Indonesia semakin kehilangan daya dorong untuk berprestasi.
Hasil penelitian Djamaludin Ancok (1986) menunjukkan, orang yang motif berprestasinya tinggi lebih tidak menyukai perbuatan amoral dibandingkan orang yang motif berprestasinya rendah.
Seperti kita saksikan, dengan rendahnya motif berprestasi, banyak di antara kita cenderung lebih bersikap positif (menyukai) tindakan amoral, termasuk korupsi. @
M.M. Nilam Widyarini
Kandidat Doktor Psikologi