Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kanker Usus Besar Makin Mengancam

Kompas.com - 18/03/2010, 03:35 WIB

Oleh Ester Lince NaPitupulu

Jangan anggap enteng jika saat buang air besar mengeluarkan bercak darah. Bisa jadi, itulah tanda-tanda awal penyakit kanker usus besar atau kanker kolorektal. Penyakit ini sekarang makin menyebar di Tanah Air dan penderitanya sekitar 30 persen berusia di bawah 40 tahun. 

Peningkatan penderita kanker kolorektal, yakni kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon) atau rektum (daerah antara usus besar dan anus), pada kalangan muda Indonesia terutama karena faktor makanan yang tinggi lemak dan mengandung zat pengawet. Di Indonesia peningkatan itu juga karena infeksi.

Kanker kolorektal memang secara predominan terjadi di kelompok usia 50 tahun ke atas. Di Amerika Serikat dan Eropa sekitar 2-8 persen saja kanker kolorektal terjadi pada usia di bawah 40 tahun.

Di Indonesia, sesuai data dari bagian Patalogi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2003-2007, jumlah pasien kanker kolorektar di bawah usia 40 tahun mencapai 28,17 persen.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, sekitar 700.000 pasien di dunia meninggal tiap tahun karena kanker kolorektal. Risiko kanker ini sama tingginya pada pria dan perempuan.

”Kalangan muda saat ini banyak yang memiliki kebiasaan makan yang salah, yakni asupan makanan yang tinggi lemak dan protein, tetapi rendah serat. Semakin parah karena aktivitas fisik yang kurang,” ujar Aru W Sudoyo, pengajar dan peneliti kanker kolorektal pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dalam acara media workshop bertepatan Bulan Peduli Kanker Kolorektal yang diadakan Yayasan Kanker Indonesia di Jakarta, Rabu (17/3).

Meskipun pemeriksaan darah pada feses umumnya mengarah pada hemoroid (wasir), ujar Aru, kita tetap perlu waspada. Cara sederhana, dokter bisa melakukan pemeriksaan colok dubur.

Jika terjadi perubahan kebiasaan buang air besar (BAB) yang meliputi frekuensi dan konsistensi BAB tanpa sebab yang jelas, itu juga merupakan gejala kanker kolorektal. Apalagi, jika kondisi itu terjadi lebih dari enam minggu.

Seseorang mesti waspada saat merasa sakit di perut atau bagian belakang. Demikian juga ketika perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar.

Aru menjelaskan risiko kanker usus besar paling dipengaruhi bahan-bahan karsinogenik dan gaya hidup. Sebab, organ tubuh tersebut selalu dilalui bahan-bahan karsinogenik dalam makanan.

Endang Sudarman (66), dokter yang juga menderita kanker kolorektal stadium tiga, mengatakan, dirinya memang penyuka makanan berlemak. Tiada hari, misalnya, tanpa makan sate ayam dan jeroan.

Sekitar Desember 2008, Endang mengalami susah buang air besar dan tinjanya berdarah. Setelah diperiksa saksama, Endang pasrah saat dokter menyatakan ususnya harus dipotong 70 sentimeter dengan berat sekitar lima kilogram.

”Sekarang saya sangat menjaga pola makan. Saya banyak makan buah-buahan dan sayur yang dijus,” kata Endang.

Perlu deteksi dini

Pasien kanker kolon banyak yang baru terdeteksi saat sudah pada stadium tiga. Kondisi itu karena pasien sering tidak merasakan gejalanya.

Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas (adenoma) yang awalnya membentuk polip. Sebenarnya polip mudah diangkat, tetapi sering adenoma tidak menunjukkan gejala apa pun.

Kondisi itu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi di semua bagian dari usus besar. Kanker kolorektal juga dapat menyebar keluar jaringan usus besar dan ke bagian tubuh lainnya.

Aru mengatakan, pemeriksaan feses yang rutin dapat membantu pencegahan kanker kolorektal. Selain itu, kolonoskopi juga perlu dilakukan.

Yang terpenting, kata Aru, tetap dengan mengatur dan mengubah pola makan, melakukan aktivitas fisik atau berolahraga. Perlu juga mengonsumsi obat-obatan chemoprevention, seperti aspirin dan obat-obat antiinflamasi nonsteroid.

Makanan pencegah kanker kolon, antara lain serat, vitamin D dan kalsium, antioksidan dari makanan, dan teh hijau.

Operasi pada penderita kanker kolorektal tidak bisa menjamin semua sel kanker terangkat. Karena itu, tetap perlu dilakukan kemoterapi untuk membunuh sel-sel yang masih tertinggal.

Pada pasien kanker stadium dua dan tiga, dokter biasanya akan merekemondasikan 12 kali kemoterapi, sementara pasien di stadium empat hanya menjalani enam kali kemoterapi.

Untuk meningkatkan keberhasilan terapi, pasien juga mendapatkan obat dengan menggunakan targeted therapy (terapi fokus sasaran). Cara ini membuat pasien tidak merasa mual dan tidak membuat rambut rontok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com