Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keringat Berlebih, Normalkah?

Kompas.com - 16/07/2010, 08:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Berkeringat merupakan hal yang normal. Namun, jika berlebihan, bisa menimbulkan masalah. Bisa dibayangkan betapa tidak percaya dirinya seseorang dalam pergaulan jika daerah ketiak selalu basah akibat produksi keringat yang berlebihan. Celakanya lagi apabila tercium bau tidak sedap akibat keringat berlebih tersebut. Masalah ini merupakan persoalan klasik yang amat sering dijumpai di Indonesia, terkait dengan iklim tropis.

Sebenarnya, berkeringat merupakan mekanisme tubuh sebagai upaya melepaskan panas dari dalam tubuh. Pada umumnya tubuh akan mengeluarkan keringat saat mendapat rangsangan panas, baik dari dalam tubuh maupun temperatur udara. Keringat juga keluar ketika manusia sedang berolahraga agar panas dari dalam tubuh keluar. "Karena itu, keringat menjadi salah satu mekanisme pertahanan tubuh untuk mempertahankan kelembaban kulit," ucap Retno Iswari Tranggono, MD, ahli kulit dan kecantikan dari Ristra House.

Namun, persoalannya akan beda jika produksi keringat berlebihan dan mengalir nyaris sepanjang waktu. Persoalan yang pasti timbul adalah perasaan kurang nyaman dan menurunnya percaya diri. "Malu banget rasanya ketika bertemu klien dan ada bekas keringat di bagian ketiak kemeja saya," ucap Arien. Pegawai perusahaan swasta di kawasan Blok M ini mengaku dirinya mudah berkeringat jika merasa gugup atau emosi berlebih.

Keluarnya keringat secara berlebihan atau yang dalam dunia kedokteran disebut hiperhidrosis. Hiperhidrosis ini disebabkan oleh rangsangan berlebih pada saraf yang berhubungan dengan kelenjar keringat. Kondisi emosi yang tidak tenang, seperti takut, gugup, atau cemas dapat menyebabkan hiperhidrosis. Ada dugaan jika faktor keturunan turut berperan menyebabkan hiperhidrosis.

Pada penderita hiperhidrosis, biasanya keringat keluar di daerah tangan, kaki, ketiak, wajah, dan kepala. Satu hal yang mungkin cukup menghibur bahwa hiperhidrosis ini murni hanya terbatas pada persoalan terlalu aktifnya kelenjar memproduksi keringat setiap waktu. Tidak ada penyakit yang bersembunyi di balik kondisi yang sering menjadi topik pembicaraan kaum wanita ini. "Jika hiperhidrosis diakibatkan oleh kondisi emosional, keadaan ini hanyalah reaksi tubuh dan tak akan bertahan lama," lanjut Retno Tranggono.

Suatu keadaan yang sedikit berbeda apabila seluruh tubuh (tidak hanya terbatas pada ketiak saja) sering dibanjiri peluh pada malam hari terutama ketika sedang tidur, apakah cuaca sedang panas atau dingin. Bisa jadi ada suatu penyakit sebagai biang keladinya. "Biasanya penyakit diabetes melitus, penyakit paru seperti TBC, penyakit jantung, dan penyakit hipertiroid yang dapat menyebabkan hiperhidrosis,” tutur Retno yang juga pendiri Ristra Institute of Skin Health and Beauty Science ini.

Akan tetapi, tentu saja harus disertai oleh sejumlah gejala klinis lainnya semisal seseorang sering gemetar, banyak makan tetapi badan makin mengurus, suhu tubuh yang lebih tinggi dari keadaan normalnya dan sebagainya. Keadaan ini juga bisa disebabkan karena efek dari suatu pengobatan yang sedang dijalani. Apabila Anda tidak mengalami gangguan kesehatan apa pun selain keringat berlebih ini, kemungkinan besar Anda mengalami hiperhidrosis idiopatik, yang artinya penyebab terjadinya keringat berlebih pada Anda tidak diketahui..

Berbagai upaya sederhana sering kita dengar untuk mengatasi persoalan meresahkan bagi orang yang banyak melakukan kontak sosial dengan orang lain ini. Misalnya dengan minum berbagai ramuan jamu tradisional, seperti daun beluntas dan kunyit asem.

Secara medis, cara yang paling mudah dan aman untuk mengatasi masalah keringat berlebih adalah dengan melakukan perubahan gaya hidup yang meliputi pemilihan pakaian. Tidak dianjurkan untuk mengenakan pakaian ketat, berbahan nilon, polyester, atau wool (kecuali pada suhu dingin), dan juga topi. Untuk bagian wajah, mungkin dapat menggunakan bedak bayi dengan cara ditaburkan merata dan tipis. Selain itu, untuk hiperhidrosis yang disebabkan oleh stres, ada baiknya si penderita belajar mengelola emosinya. Bisa juga dengan menghentikan pemakaian obat yang sedang digunakan jika hiperhidrosis disebabkan oleh penggunaan obat.

Penggunaan obat baru dianjurkan jika cara pertama tidak berhasil. Obat yang paling mudah digunakan adalah deodoran. Deodoran dapat mengurangi keringat meskipun bersifat sementara.

"Deodoran mengandung aluminium klorida yang bersifat antiperspirant atau menyerap keringat berlebih,” ujarnya.

Apabila penggunaan antiperspirant biasa tidak mempan untuk mengerem produksi kelenjar keringat yang berlebihan, cobalah gunakan antiperspirant dari golongan yang lebih kuat. Sebagai contoh, drysol atau certain dry. Pada beberapa orang yang memiliki jenis kulit yang sensitif, bahan aktif yang terkandung di dalamnya kadang-kadang menimbulkan efek iritasi pada kulit. Maka, gunakanlah pada malam hari serta tidak lupa membersihkannya pada pagi berikutnya. Efek yang diharapkan biasanya akan tampak dalam 1-2 minggu.

Karena produksi keringat dipengaruhi oleh saraf koliner, aka jenis obat oral yang tepat adalah obat golongan antikolinergik yang dapat menekan produksi keringat. Meskipun demikian, seringkali timbul efek samping berupa mulut kering, mual, serta sulit buang air kecil dan buang air besar (konstipasi). Sementara obat penenang biasanya tidak berespons untuk hiperhidrosis yang dipengaruhi oleh stres emosional.

Selain itu, saat ini dapat digunakan teknik iontoforesis, yaitu pemberian rangsang listrik pada kulit sehingga mengganggu kerja kelenjar keringat. Hanya saja, keterbatasan metode ini adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk terapi serta efek samping berupa iritasi kulit, rasa kering, sampai pengelupasan kulit.

Pilihan lain adalah dengan melakukan injeksi botox pada daerah yang sering mengeluarkan keringat. Botox ini sendiri merupukan ekstrak dari racun botolinum (botolinum toxic) yang awalnya digunakan untuk mencegah kerutan pada kulit. "Karena botox bekerja dengan melumpuhkan saraf, maka digunakan untuk melumpuhkan saraf yang berpengaruh pada produksi keringat,” papar Retno .

Saat ini, metode ini sedang laris digunakan di Australia dan Amerika Serikat untuk mengatasi hiperhidrosis karena, antara lain, efektivitasnya yang tinggi (efektif selama 6-8 bulan). Efek sampingnya, antara lain, pasien akan merasa sakit, tidak nyaman, dan bisa mengalami otot wajah kaku untuk sementara waktu.

Jika cara lain sudah tidak mempan mengatasi keringat berlebih, jalan operasi dapat ditempuh. "Dengan catatan, kalau pasien benar-benar merasa terganggu dengan hiperhidrosis yang dideritanya,” cetus Retno.

Dalam proses bedah ini, dokter akan mengangkat sebagian kelenjar keringat untuk mengurangi jumlah produksi keringat. Yang diangkat pun tergantung dari daerah mana yang paling banyak mengeluarkan keringat.

Metode operasi lebih menguntungkan karena efek yang lebih lama atau permanen. Efek samping yang timbul pada metode operatif sama seperti metode bedah pada umumnya, misalnya perdarahan selama dan sesudah operasi, infeksi, timbunan serum, radang getah bening, ketidaknyamanan pada lengan atas, rasa kebas, dan dapat timbul keloid pada orang yang memiliki bakat keloid. @ mic

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau