Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Takjilan, dari Gorengan sampai Bubur

Kompas.com - 30/08/2010, 08:27 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Menu takjil tergantung kemampuan si pemberi. Bagi yang berpunya, menu bisa berupa nasi lengkap dengan sayuran dan daging. Bagi mereka yang pas-pasan, menu berupa gorengan atau makanan ringan lainnya sebagai pembatal puasa. Mewah dan sederhana tidak soal, yang terpenting keikhlasannya.

Jauh-jauh hari sebelum puasa, pengurus masjid biasanya sudah mengedarkan permohonan untuk mengisi takjilan. Warga bebas menentukan menu. "Tawaran kami ada dua, yakni snack atau nasi. Untuk minum, biasanya pakai teh manis," kata Ibu Royyan (31), salah seorang pengurus takjilan di Ironayan, Baturetno, Banguntapan, Bantul.

Mereka yang sanggup memberikan takjil diminta menyediakan untuk 100 orang. Jika keberatan, pemberi takjil bisa berbagi dengan yang lain. Misalnya, dibagi empat orang sehingga satu orang kebagian 25 porsi. "Isi menunya tergantung si penyumbang. Kalau mereka repot, kami juga menyediakan tenaga pemasak sehingga penyumbang bisa menyalurkan dalam bentuk bahan mentah atau uang," katanya.

Di Masjid Sabilurrosyad Kauman, Desa Wijirejo, Pandak, Bantul, menu takjil tiap hari selalu sama, yakni bubur berlauk sayuran tahu-tempe. Menyantap bubur saat berbuka (menu takjilan) dipercaya menyehatkan badan karena teksturnya lembut, segar, dan tidak terlalu berat sehingga membuat perut yang seharian kosong lebih nyaman.

"Setiap hari, kami menyiapkan sekitar 80-90 porsi untuk berbuka bersama di masjid. Hampir semua warga datang ke sini untuk mendapatkan bubur," kata Hariyadi, Sekretaris Takmir Masjid Sabilurrosyad Kauman.

Setiap hari di bulan puasa, takmir masjid memasak 3-5 kilogram beras untuk diolah menjadi bubur. Tidak ada bumbu istimewa. Bumbunya meliputi garam, santan, dan daun salam. Untuk lauk, biasanya hanya memasak sayur tahu-tempe. Namun, bila kas masjid sedang banyak, mereka bisa saja memasak daging ayam.

Menurut Hariyadi, dana untuk memasak bubur dari sumbangan warga. Tak hanya berupa uang, warga juga bisa menyumbang bahan makanan seperti beras, kelapa, atau bumbu-bumbu dapur.

Semua koki yang meramu bubur adalah laki-laki. Tidak ada kaum hawa yang terlibat. Penunjukan kaum adam lebih disebabkan tradisi takmir yang selalu identik dengan laki-laki. "Pengurus masjid selalu laki-laki sehingga urusan masak-memasak juga diserahkan ke laki-laki sebagai bagian tugas takmir," katanya.

Lain lagi di Masjid Sunan Cirebon, Imogiri. Di tempat itu, menu takjil biasanya gorengan atau makanan ringan. Makanan dimasak langsung oleh pengurus masjid karena masjid memiliki ruangan khusus dapur di bagian sisi kiri.

"Takjilan gorengan lebih ringan dan tidak membebani masyarakat. Setelah minum segelas teh dan gorengan, jemaah langsung melaksanakan shalat maghrib; setelah itu baru pulang ke rumah masing-masing untuk menyantap nasi," kata Abdul Safini, salah seorang pengurus Masjid Sunan Cirebon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com