Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miskin di Tengah Limpahan Kekayaan

Kompas.com - 03/09/2010, 23:37 WIB

Dan sekali lagi, semua kecamatan itu mayoritas penduduknya adalah masyarakat adat Dayak Meratus. "Jumlah itu tentu akan lebih besar lagi bila dihitung per orang karena perhitungan yang kami lakukan hanya meliputi per kepala keluarga," ujar Kepala Seksi Statistik Sosial BPS HST, Rusni.

Bila ditotal, jumlah RTM untuk wilayah HST sebanyak 21.266 buah dan 60 persen atau sebanyak 7.979 buah berada di wilayah permukiman masyarakat adat Dayak Meratus.

Data dari BPS HST boleh jadi ketinggalan karena dilakukan pada tahun 2008. Namun yang mengejutkan, data Penetapan Pagu Raskin Tahun 2010 dari Sub Divisi Regional Wilayah I Badan Urusan Logistik Barabai, menunjukkan jumlah yang tak jauh beda.

"Berdasarkan Pagu Penetapan Raskin tahun ini, RTM penerima untuk Kecamatan BAT berjumlah 932, Hantakan 1.226, Haruyan 2.196, BAU 1.799 dan Limpasu 718 buah," ujar Kepala Seksi Pelayanan Publik Bulog Sub Divre Wilayah I Barabai, Riduansyah.

Bila data itu dibandingkan dengan hasil sensus BPS, terlihat telah terjadi penurunan jumlah RTM di Kecamatan Hantakan sebanyak 302, di Haruyan sebanyak 363, di BAU sebanyak 88 dan 369 buah di Limpasu.

Namun untuk Kecamatan BAT justru terjadi peningkatan jumlah RTM sebanyak 14 buah.

Koordinator Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Borneo Selatan, Juliade menilai, keterpurukan ekonomi masyarakat adat Dayak Meratus di tengah limpahan kekayaan potensi alam yang ada salah satunya disebabkan oleh budaya konsumtif masyarakatnya.

"Mereka memiliki kecenderungan bertingkah royal dan tidak sayang dengan duit. Apalagi bila mereka turun gunung, cenderung membelanjakan uang sampai habis meski terkadang barang yang dibeli tidak memiliki aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.

Salah satu pola konsumtif yang nyata terlihat adalah budaya ’mawarung’ (duduk-duduk dan makan minum di warung) yang melekat erat pada masyarakat adat Dayak Meratus.

Pada masyarakat adat Dayak Meratus, seperti sudah menjadi kewajiban tak tertulis untuk nongkrong di warung meski hanya untuk sekedar duduk-duduk dan minum segelas kopi atau teh manis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com