Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPOM: Semua Mi Instan Aman

Kompas.com - 12/10/2010, 03:13 WIB

Jakarta, Kompas - Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM menegaskan, semua jenis mi instan di Indonesia aman dikonsumsi. Uji sampel kecap pada mi instan yang beredar di pasaran selama lima tahun terakhir menunjukkan, tidak ada kandungan nipagin yang melebihi batas maksimal. Penggunaan nipagin atau methyl p-hydroxybenzoate sebagai pengawet makanan diperbolehkan dalam batas tertentu.

Sikap itu disampaikan BPOM di Jakarta, Senin (11/10), menyikapi penarikan produk Indomie di Taiwan. Produk itu ditarik karena diduga mengandung nipagin dalam bumbu kecapnya, bukan pada minya.

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Roy Sparringa mengatakan, Taiwan tidak mengatur penggunaan nipagin. Padahal, Codex Alimentarius Commission, sebagai badan yang didirikan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengatur standar pangan, telah memperbolehkan penggunaannya.

Batas maksimal penggunaan nipagin dalam setiap jenis produk pangan berbeda-beda di setiap negara. Untuk kecap, pemakaian nipagin dibatasi maksimal 250 miligram per kilogram di Indonesia, Singapura, dan Brunei. Sedangkan di Hongkong, batas maksimal penggunaan nipagin pada kecap adalah 550 miligram per kilogram.

”Setiap negara berhak mengatur batas maksimal penggunaan bahan tambahan makanan, termasuk pengawet, agar aman dikonsumsi warganya,” kata Roy.

Batasan yang berbeda itu ditentukan dari kajian paparan terhadap bahan makanan tambahan tertentu berdasarkan pola konsumsi masyarakatnya. Pada negara yang konsumsi makanan pabrikannya tinggi, tentu batasan maksimal penggunaan nipagin akan lebih rendah dibandingkan negara yang lebih banyak mengonsumsi makanan segar.

Direktur PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) Taufik Wiraatmadja mengatakan, produk mi instan yang diekspor ke Taiwan sudah sepenuhnya memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Makanan Taiwan.

Konsumsi bersyarat

Ahli Kimia Pangan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Nuri Andarwulan, mengatakan, selain pada kecap, nipagin juga banyak ditemukan pada mi basah serta berbagai jenis camilan dan minuman. Nipagin banyak digunakan sebagai pengawet karena mampu memperpanjang masa simpan makanan lebih lama dan efektif melawan mikroba yang membuat makanan cepat rusak.

Pengawet ini umumnya digunakan pada produk makanan dengan tingkat keasaman rendah. Karena fungsinya sebagai pengawet, penggunaan produk makanan yang mengandung nipagin perlu dibatasi.

Menurut Nuri, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan tidak mengonsumsinya secara terus-menerus atau setiap hari makanan yang mengandung nipagin. Pengombinasian produk makanan pabrikan yang dikonsumsi dengan jenis makanan yang beragam, terutama makanan segar, juga perlu dilakukan.

Hal yang perlu diwaspadai adalah nipagin pada camilan dan minuman. Konsumsi camilan dan minuman itu sering dilakukan masyarakat secara terus-menerus dan tanpa kontrol.

”Penggunaan bahan makanan tambahan sulit dihentikan karena kondisi zaman yang membuat banyak masyarakat mengonsumsi makanan pabrikan yang lebih praktis. Namun, konsumsi makanan alami perlu lebih diutamakan,” ujarnya.

Efek konsumsi nipagin yang berlebihan dalam tubuh baru akan dirasakan dalam waktu lama. Jika konsumsi nipagin melebihi batas harian yang diperbolehkan (acceptable daily intake) dan berlangsung secara terus-menerus, tubuh tidak akan mampu menguraikan atau mengeluarkannya melalui proses metabolisme.

Dalam kondisi tersebut, menurut Nuri, organ tubuh yang paling mudah terganggu adalah hati yang berfungsi menawarkan racun dalam tubuh. Jika berbagai bahan tambahan makanan dari berbagai jenis tersebut menumpuk dalam tubuh, fungsi hati akan terganggu.

”Masyarakat perlu selektif dalam memilih makanan. Baca label makanan secara hati-hati untuk mengetahui risiko yang ada,” ujar Nuri.

Secara terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Franky Sibarani mengatakan, berdasarkan informasi Kantor Perwakilan Perdagangan Indonesia di Taiwan, kasus ini sudah muncul akhir Juli 2010. Penarikan produk tersebut di Taiwan menimbulkan keheranan karena sudah 15 tahun lebih Indomie diekspor ke negara tersebut.

(MZW/OSA/REI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com