Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Lain Menerjemahkan Marah

Kompas.com - 01/11/2010, 11:22 WIB

Kemudian saya mulai membuka percakapan lagi dengan Elmo. ”Elmo, Eyang bilang lagi, ya (dengan lebih lembut dan terkesan tidak marah ).

”Eyang lihat kamu pegang pisau buah yang tajam, Eyang takut kamu kepotong jarinya, Eyang cemas kalau nanti kamu memotong jarimu sendiri.” Saat itu, Elmo tampak tidak semarah sebelumnya, tetapi memandang saya langsung ke arah mata dan berkata dengan tenang:

”Ah, itu Eyang aja yang pencemas.”

”Ya, sih, memang eyang pencemas, jadi sekarang eyang mau membuat diri eyang tidak cemas lagi dengan mengambil pisau buah itu dari tanganmu.” Kemudian, langsung saya dapat mengambil pisau itu dari tangannya.

Apa yang kemudian membuat saya tercengang, ternyata Elmo dengan mudah dan tanpa pertahanan keras menyerahkan pisau buah itu kepada saya, dia lakukan tanpa merasa kehilangan harga dirinya. Mengapa? Karena saya ambil pisau tersebut dari tangannya dalam rangka mengatasi kecemasan saya. Berarti, yang bermasalah adalah saya.

Jadi, saya memiliki masalah kecemasan yang harus saya atasi sendiri. Sayalah yang bertanggung jawab terhadap masalah saya. Dan, ternyata, kemudian saya baru tahu dari kakaknya bahwa Elmo memang sudah biasa mengupas mangga di rumahnya. Percakapan tersebut terjadi di Bandung saat Elmo dan kakaknya liburan sekolah, mereka biasa tinggal bersama kedua orangtuanya di Jakarta.

Kecemasan

Dari contoh konkret di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan sayalah yang membuat saya mengambil pisau dari tangan Elmo. Saya sekaligus mencoba melatih otoritas nenek kepada cucunya. Yang terpenting dalam contoh ini adalah bahwa sesaat kemudian saya mampu mengalihkan Pesan Kamu (melalui prediksi bahwa Elmo akan memotong jarinya sendiri, seolah saya cenayang yang canggih) ke arah Pesan Diri Saya, yang mengungkap bahwa kecemasan yang saya rasakan saat melihat Elmo memegang pisau buah adalah persoalan saya sendiri dan saya harus bertanggung jawab atas solusi persoalan saya tersebut, bukan menuduh Elmo tidak cakap menggunakan pisau tersebut.

Tentu saja tidak setiap waktu seseorang sanggup mengungkap Pesan Diri Saya dengan sikap tenang. Saat suami saya memecahkan vas bunga, suvenir pertama kali saya memberikan ceramah tentang psikologi keluarga, sekitar tahun 1972 (jadi suvenir tersebut punya makna khusus bagi sejarah profesi saya), karena secara tidak sengaja suami saya menggeser buku di meja tengah rumah, maka saya berkata.

”Ya, Pah, Papah pasti tahu kalau saya akan marah dan kesal melihat akibat ketidakhati-hatian Papah, ya, pecah, deh vas bunga. Itu kenangan pertama kali diundang memberikan ceramah, di depan ibu-ibu PKK, sebagai psikolog. Vas bunga itu penting artinya buat mamah. Lain kali Papah hati-hati, ya, kalau mau menggeser sesuatu yang ada di meja.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com