Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegemukan, Musuh Baru Dunia

Kompas.com - 23/11/2010, 03:05 WIB

Tinggi dan berat badan manusia mengalami peningkatan sejak abad XVIII. Pemicunya adalah meningkatnya pendapatan, pendidikan, dan kualitas hidup. Bagi sebagian kecil kalangan, gemuk dianggap sebagai standar sehat dan tanda kemakmuran.

Perkembangan zaman membuat asupan makanan bertambah. Sayangnya, makanan yang dikonsumsi justru lebih banyak mengandung kalori dan lemak.

Pada saat bersamaan, pola kerja dan gaya hidup masyarakat menjadi kurang gerak. Ini ditambah dengan beban stres masyarakat yang semakin tinggi serta jam kerja yang semakin panjang. Semua itu meningkatkan jumlah masyarakat yang menderita kegemukan.

Pandangan akan kegemukan dan perubahan gaya hidup masyarakat membuat jumlah penderita kegemukan meningkat selama tiga dekade terakhir. Sebelum 1980, hanya 1 di antara 10 orang alami kegemukan. Kini jumlahnya berlipat-lipat.

Di separuh negara OECD, 1 dari 2 orang mengalami kelebihan berat badan dan kegemukan. Jika tren ini berlanjut, diperkirakan 2 dari 3 orang akan kelebihan berat badan dan kegemukan 10 tahun ke depan.

Negara OECD yang paling rendah jumlah penderita kegemukannya adalah Jepang dan Korea Selatan. Selain ditopang pola konsumsi yang lebih sehat, tata kota di kedua negara itu juga memungkinkan masyarakatnya bergerak dan memiliki aktivitas fisik lebih banyak.

Perempuan lebih mudah menjadi gemuk daripada pria.

Di beberapa negara OECD, perempuan berpendidikan rendah mengalami kelebihan berat badan 2-3 kali lebih besar dibandingkan perempuan berpendidikan tinggi.

Anak dengan satu orangtua gemuk berpotensi 3-4 kali lebih besar untuk menjadi gemuk dibandingkan anak dari orangtua berberat badan normal. Selain persoalan genetik, orangtua menurunkan gaya hidup tak sehat. Pola makan yang salah, kurang gerak, dan terlalu banyak duduk adalah sebagian gaya hidup yang diwariskan orangtua.

Kegemukan juga menjadi persoalan dalam dunia kerja. Pemberi kerja kurang suka dengan calon karyawan yang gemuk karena dianggap produktivitasnya rendah dan mudah sakit. Pekerja gemuk gajinya 18 persen lebih rendah dibandingkan yang berberat badan normal.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com