Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Pernyataan Paus yang Mengguncang

Kompas.com - 26/11/2010, 03:26 WIB

Pernyataan Paus Benedict XVI tentang penggunaan kondom untuk ”kasus-kasus khusus”, meski tetap menggunakan alasan moral, memberi dukungan berarti bagi upaya meloloskan Rancangan Undang-Undang Kesehatan Reproduksi (Reproductive Health Bills, RH Bills ) di Filipina. Pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Filipina di Manila dimulai Rabu (24/11).

”Kalau Paus memakai alasan moral penggunaan kondom untuk mencegah penyebaran HIV, khususnya melindungi pasangan dari infeksi HIV, alasan moral juga bisa digunakan bagi penggunaan kondom untuk kesejahteraan keluarga,” ujar Ramon San Pascual, Direktur Eksekutif Komite Legislator Filipina untuk Kependudukan dan Pembangunan (PLCPD). Ia ditemui di Manila, Rabu.

Ringkasan buku Light of the World: The Pope, the Church and the Signs of the Times itu diterbitkan pada 20 November 2010 oleh L’Osservatore Romano, koran resmi Vatikan. Pernyataan itu mengejutkan karena pada tahun 2009 ia menyatakan, infeksi HIV di Afrika semakin memburuk dengan distribusi kondom. Pernyataan itu menuai reaksi keras dari banyak pihak. UNAIDS memperkirakan, 22,4 juta orang di Afrika terinfeksi HIV, 54 persen di antaranya (sekitar 12,1 juta orang) perempuan, dan transmisi heteroseksual merupakan modus primer. Saat ini, sekitar 60 juta orang di dunia terinfeksi HIV dan lebih dari 25 juta orang meninggal oleh penyakit terkait AIDS.

Menurut koresponden Religion News Service, Francis X Rocca, yang dikutip BBC, pernyataan Paus itu ”sangat penting dan akan mengguncangkan karena persoalan itu tetap kontroversial dan tak seorang paus pun pernah mengatakan hal seperti itu.”

Dalam buku setebal 219 halaman, Paus—menanggapi pertanyaan wartawan Katolik asal Jerman, Peter Seewald—mengatakan, kondom bukan solusi moral, tetapi dalam hal pekerja seks komersial, penggunaan kondom dimaksud untuk mengurangi risiko infeksi HIV. Solusi moral yang dimaksud adalah kesetiaan, tidak melakukan hubungan seksual di luar pernikahan sah, dengan satu istri dan satu suami.

Tetap menolak

Pihak Gereja Katolik Filipina tetap menolak penggunaan kondom sebagai kontrasepsi artifisial dan tetap menunggu pernyataan resmi Vatikan tentang pernyataan Paus di buku itu. Sementara Malacanang (Istana Kepresidenan Filipina) menyatakan, pejabat Gereja Katolik Filipina seharusnya mengambil langkah sama dan tidak menjadi lebih Paus dari Paus.

Presiden Aquino Jr menyatakan, ia mendukung kehidupan keluarga yang bertanggung jawab, termasuk mendidik pasangan merencanakan jumlah keluarga dengan memberikan akses luas pada alat kontrasepsi artifisial, seperti kondom.

Pernyataan Paus tersebut dinilai lebih membumi. ”Pernyataan itu cukup melegakan meskipun tanpa pernyataan itu pun kondom harus digunakan untuk menanggapi berbagai persoalan sosial,” kata Ramon.

Versi menyeluruh RH Bills yang mengintegrasikan masalah kependudukan dengan pembangunan manusia sudah masuk ke DPR tahun 1999 saat jumlah penduduk Filipina sekitar 75 juta. RH Bills dibahas ketika pertumbuhan penduduk mencapai 2,04 persen setahun. Jumlah penduduk Filipina saat ini sekitar 94,3 juta orang.

RH Bills membuka akses pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi artifisial. Data menunjukkan, dari 4.424 kasus infeksi HIV yang dilaporkan di Filipina, 90 persen disebabkan kontak seksual, terbanyak melalui kontak seksual lelaki dengan lelaki.

”Undang-undang itu memberi akses bagi setiap orang pada pelayanan kesehatan reproduksi,” jelas Feliciano Belmonte Jr, Ketua DPR Filipina, yang ditemui di Manila, Rabu. ”Juga memberi informasi serta pendidikan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi, di samping membantu perempuan yang bermasalah dengan kesehatan reproduksinya. Ini tak pernah terjadi sebelumnya,” lanjut Feliciano.

Ordinansi

Meskipun belum ada undang-undang nasional terkait kesehatan reproduksi, menurut Feliciano, 38 ordinansi terkait kesehatan reproduksi diloloskan di berbagai kota dan provinsi, termasuk di Quezon City, ketika ia masih menjadi wali kota.

Dr Elizabeth Angsioco, Direktur Eksekutif Perempuan Sosialis Demokrat Filipina (DSWP) mengatakan, setiap tahun, 100.000 perempuan meninggal terkait kehamilan, termasuk meninggal karena komplikasi ketika melahirkan.

”Semua itu bisa dicegah, tetapi selama ini dibiarkan,” tegas Elizabeth, ”RH Bills bukan soal moral agama, ini soal hak asasi manusia yang menjadi kewajiban negara memenuhinya.”

Elizabeth menunjukkan data besaran keluarga yang membengkak. Hampir 50 persen penduduk saat ini memiliki jumlah keluarga di atas 10 orang. ”Kata sopir taksi yang saya tumpangi dari bandara, di sini tidak ada family planning program, yang ada family planting program,” ujar Tan Sri Napsiah binti Omar, Wakil Presiden Federasi Asosiasi Kesehatan Reproduksi Malaysia.

Anggota DPR Filipina, Jose Zubiri, melihat kondisi sosial terkait laju pertumbuhan penduduk yang semakin serius. ”Penurunan kualitas hidup dan kemiskinan menjadi masalah besar di sini. Ini adalah ancaman bagi keamanan nasional,” ujar dia.

Pembahasan RH Bills akan menjadi topik penting di Filipina beberapa bulan ke depan. Kalau berhasil diloloskan, RH Bills akan menjadi tonggak sejarah bagi Filipina, di mana pengaruh gereja Katolik sangat besar.

Saat ini komite lain di DPR juga menyiapkan satu rancangan UU yang berpunggungan dengan RH Bills tentang perlindungan hidup bagi mereka yang belum lahir.

(MARIA HARTININGSIH, dari Manila, Filipina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau