Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Perlu Obat Pelangsing?

Kompas.com - 02/12/2010, 10:58 WIB

Kompas.com — Obesitas dan segala komplikasinya bisa menurunkan kualitas hidup, mulai dari keterbatasan gerak, turunnya rasa percaya diri, hingga risiko terkena berbagai penyakit.

Obesitas adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan lemak tubuh yang berlebih sehingga berat badan jauh di atas normal dan bisa membahayakan kesehatan. Body mass index atau indeks massa tubuh (IMT) telah diakui sebagai metode dalam menentukan tingkat kegemukan dan obesitas.

IMT didapatkan dengan cara membagi berat badan (kilogram) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Seseorang dikatakan kegemukan apabila nilai IMT-nya lebih dari 25 dan disebut obesitas jika IMT-nya lebih dari 30.

Masalah obesitas ini tergolong kronis dan sulit dikendalikan. "Obesitas adalah penyakit dengan faktor genetik dan menjadi masalah kesehatan besar. Kenaikan berat badan kembali setelah obat dihentikan, juga menunjukkan obesitas adalah penyakit kronis, seperti halnya hipertensi," tutur dr. Johanes Chandrawinata, MND, Sp.GK.

Itu sebabnya, penatalaksanaan obesitas juga bersifat jangka panjang. Namun, selama ini penananganan obesitas identik dengan pengurangan makan yang dianggap menyiksa sehingga sering gagal.

"Kondisi obesitas merupakan hasil dari jangka panjang. Karena itu, penanganannya juga bersifat jangka panjang," katanya dalam sebuah acara mengenai keamanan obat anti-obesitas yang diadakan Perhimpunan Dokter Gizi Klinik di Jakarta (1/12).

Idealnya, terapi obesitas dilakukan dengan pengaturan pola makan sehat, perubahan perilaku, dan olahraga untuk meningkatkan pengeluaran energi.

Dibantu obat Terkadang pasien juga perlu bantuan obat-obatan medis yang sudah terbukti keamanannya. Penggunaan obat untuk orang yang obesitas ini sudah memiliki kriteria tertentu, antara lain nilai IMT lebih dari 30 dan disesuaikan dengan riwayat penyakit pasien.

Walau demikian, menurut dr.Johanes cukup banyak pasien yang IMT-nya belum 30 tetapi sudah minta diresepkan obat penurun berat badan. "Memang ada orang yang belum termasuk obesitas, tapi sudah mengalami penumpukan lemak di perut. Ini juga berbahaya," katanya.

Obat penurun berat badan yang beredar di Indonesia terdiri dari dua jenis, yakni yang bekerja sentral dengan cara menekan nafsu makan dan meningkatkan rasa kenyang serta obat yang bekerja di usus dengan cara menghambat penyerapan zat gizi.

Dalam menentukan jenis obat yang akan dipakai, dokter akan melihat indikasi dan kontraindikasinya. "Obat penurun berat badan sebenarnya termasuk obat keras. Karena itu, tidak bisa sembarangan dikonsumsi," kata dr.Johanes.

Yang juga perlu diketahui pasien adalah efek samping obat. Obat obesitas yang bekerja di saraf pusat seperti golongan subutramine saat ini sudah ditarik izin edarnya karena terbukti menimbulkan gangguan pada jantung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau