JAKARTA, KOMPAS.com - Surabaya memanas. Pro-kontra tentang perlu-tidaknya pembangunan tol tengah Surabaya, yang membelah kota itu melewati Waru, Menanggal, Gayungan, Jagir, Ngangel, Gubeng, Simokerto, hingga Morokrembangan; makin mengemuka.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berada di garda depan, untuk menolak tol tengah Surabaya itu. Menurutnya, pembangunan tol dalam kota itu tak menyelesaikan masalah kemacetan yang makin menggejala di sana.
Namun Selasa (28/12) kemarin, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Badan Usaha Milik Daerah-nya PT Jasa Sarana Jabar justru malah menyepakati nota kesepahaman dengan Kementerian Pekerjaan Umum.
Nota Kesepahaman itu, terkait pembebasan lahan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) sepanjang 58,50 kilometer, Pasirkoja-Sor eang sepanjang 15 kilometer dan ruas tol Terusan Pasteur-Ujung Berung-Cileunyi-Gedebage atau yang dikenal dengan tol Bandung Intra Urban Toll Road (BI-UTR) sepanjang 27,30 kilometer.
Menurut Menteri PU Djoko Kirmanto, sebelumnya pernah dilakukan kesepakatan antara pusat dan Pemprov Jawa Barat dan juga sejumlah kabupaten/kota untuk pembebasan lahan, namun tidak berjalan dengan lancar. Sehingga Nota Kesepahaman ini, menjadi kelanjutan untuk mempercepat realisasi pembangunan jalan tol tersebut yang sudah lama tidak jalan.
Ironis
Dua rencana yang bertolak belakang dalam menuntaskan problematika kemacetan di dua kota besar Indonesia, kini dipertontonkan dua pemimpin daerah itu.
Surabaya mati-matian menolak keberadaan tol dalam kota. Sebaliknya Bandung malah mendukung tol dalam kota. Wali kota Surabaya menyodorkan rencana transportasi massal, sementara Wali Kota Bandung belum mempresentasikan proposalnya tentang transportasi massal.
Ironisnya, Bandung dengan Institut Teknologi Bandung-nya, dikenal menelorkan ahli-ahli tranportasi terkemuka di republik ini. Ahli-ahli transportasi yang getol mendorong pembangunan transportasi massal.
Ambil contoh, ahli transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata-Semarang, Djoko Setijowarno mengambil gelar master dari ITB. Prof Kusbiantara, juga contoh lain dari ahli planologi dan ahli transportasi terkemuka yang berasal dari ITB.
Lantas masih di ITB, juga ada Harun Al-Rasyid, salah seorang pakar transportasi. Juga di Bandung, bermukim peneliti perkeretaapian, Taufik Hidayatyang hidup dan matinya, untuk kemajuan kereta api di Indonesia.