Jakarta, Kompas
Hal itu terungkap dalam
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010, masalah kekurangan konsumsi energi dan protein terutama terjadi pada anak usia sekolah (6-12 tahun), usia praremaja (13-15 tahun), dan usia remaja (16-18 tahun). Contohnya, sekitar 44,4 persen anak umur 7-12 tahun konsumsi energinya kurang dari 70 persen berdasarkan tabel angka kecukupan gizi. Adapun 59,7 persen anak usia itu konsumsi proteinnya kurang dari 80 persen berdasarkan tabel angka kecukupan gizi.
Hasil yang mirip ditemui pada kelompok praremaja dan remaja. Selain itu, secara nasional, prevalensi anak pendek dengan usia 6-18 tahun masih tinggi, yakni di atas 30 persen. Prevalensi anak pendek juga ikut mencerminkan adanya riwayat kurang gizi.
Ketua Yayasan Gerakan
Dokter spesialis anak RSUPN Cipto Mangunkusumo, Yoga Devaera, mengatakan, otak anak baru terganggu jika kekurangan gizi berat. Namun, kondisi gizi yang tidak seimbang, baik kekurangan atau kelebihan gizi, akan memengaruhi tumbuh kembang anak dan pengembangan potensinya.
Nutrisi yang berpengaruh terhadap perkembangan otak, antara lain, adalah energi, protein, karbohidrat, dan lemak. Dalam kelompok mikronutrien (vitamin dan mineral) yang berpengaruh ialah zat besi, yodium, dan zink. Yoga mencontohkan, defisiensi zink saat bayi memiliki efek jangka panjang. Sebagai contoh, penurunan Hb1 g/dL berpengaruh terhadap penurunan IQ sebesar 1.7. ”Sepertinya penurunan yang kecil, tetapi dapat terjadi akumulasi,” ujarnya.
Untuk mengatasi itu, solusinya ialah terapi, suplementasi dan perbaikan pola makan yang mencakup perbaikan kualitas makan di rumah, kantin sekolah, dan warung.
Pakar gizi klinik dan gizi komunitas, Prof A Razak Thaha, mengatakan, gizi seimbang tidak sekadar berbicara makanan, tetapi konsep perilaku hidup yang benar.
Terdapat empat pilar gizi seimbang bagi anak sekolah, yakni makanan bervariasi yang memadai secara kualitas dan kuantitas, pola hidup bersih dan sehat, upaya menjaga berat badan ideal, dan aktivitas fisik secara teratur.
Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan Minarto mengatakan, perbaikan status gizi masyarakat harus disertai dengan edukasi terkait masalah gizi.