Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bermimpi Obat Murah

Kompas.com - 21/02/2011, 06:33 WIB

Di sinilah perlunya memiliki daftar obat atau formularium obat yang direkomendasikan untuk ditulis dalam resep sehingga tidak perlu jumlah dan jenis obat yang terlalu banyak. Kita mengenal daftar obat esensial atau formularium rumah sakit atau daftar obat yang digunakan perusahaan asuransi.

Dengan jumlah yang terbatas, apalagi kalau bisa bekerja sama dengan produsen obat, biaya produksi, pengadaan, dan distribusi obat bisa ditekan. Apalagi kalau dalam daftar obat/formularium itu memiliki harga plafon (harga tertinggi) untuk satu jenis obat yang harganya sangat bervariasi itu. Semakin besar pengguna daftar obat, semakin besar pula kemungkinan penurunan harga obat.

Pengalaman PT Askes Indonesia, dengan jumlah peserta sekitar 16 juta orang, bisa menjadi contoh. Sejak memperkenalkan Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) tahun 1987, terjadi penurunan belanja obat secara bermakna. Harga setiap jenis obat dalam DPHO bisa lebih rendah 30 persen dibandingkan dengan harga pasar. Semakin besar pengguna DPHO, semakin murah harga obat. Ini karena bagi produsen/pabrikan obat (pabrik obat), jumlah pengguna DPHO merupakan captive market yang sangat bermakna tanpa kegiatan pemasaran lagi. Dengan demikian, biaya produksi dan distribusi bisa turun.

Perlunya asuransi kesehatan

Maka, seandainya DPHO diberlakukan secara nasional, harga obat pasti tak akan semahal sekarang. Namun, hal ini baru bisa terwujud kalau sebagian besar penduduk Indonesia dicakup dalam program asuransi kesehatan, sebagaimana (antara lain) program Jaminan Kesehatan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Di sinilah manfaat setiap program asuransi kesehatan di banyak negara, yang selain menjamin biaya pemeliharaan kesehatan juga mengendalikan harga dan mutu obat. Konsumen yang masih fragmented—karena cakupan program asuransi/jaminan kesehatan masih terbatas—adalah faktor penyebab berikutnya mahalnya harga obat di Indonesia.

Dengan gambaran seperti di atas, bermimpi harga obat murah bukanlah suatu kemustahilan. Syaratnya, Indonesia harus sudah mulai bersungguh-sungguh membangun sistem asuransi kesehatan sehingga sebagian besar atau seluruh penduduk Indonesia tercakup. Tanpa program asuransi kesehatan, harga obat tidak hanya mahal, tetapi juga semakin sulit dikendalikan, baik mutu maupun harganya.

Konsumen pun akan semakin fragmented karena tidak ada lembaga/badan penyelenggara asuransi kesehatan yang memiliki posisi tawar memadai untuk mengendalikan harga dan mutu obat. Kampanye obat generik tidak akan bermakna menurunkan harga obat. Kenyataan menunjukkan, pengguna obat generik masih sangat terbatas hingga hari ini.

Sulastomo, Direktur Operasi PT Askes Indonesia Periode 1986-2000

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com