Operasi itu bertujuan untuk menurunkan suhu batang bahan bakar nuklir yang panas agar tidak melepaskan radioaktif ke udara. Meriam air polisi juga dikerahkan untuk mendukung upaya tersebut. Perlengkapan pemadam kebakaran juga telah digunakan sebelumnya untuk menurunkan suhu panas.
Misi helikopter itu dimulai pada saat cuaca cerah setelah upaya pertama tertunda sehari akibat pancaran radiasi tinggi disertai angin kencang.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Jepang, Kazumi Toyama, menjelaskan, Chinook mulai menuangkan air pada pukul 09.48 waktu setempat ke Unit 3 yang telah rusak sebelumnya. Namun, banyak dari air itu tak jatuh ke sasaran karena tertiup angin.
Toyama mengatakan, air dituangkan untuk mengisi kolam bahan bakar bekas yang kosong. Sebelumnya, Operator PLTN, Tokyo Electric Power Co (Tepco), menjelaskan, kolam sudah nyaris kosong hingga menyebabkan batang bahan bakar reaktor kepanasan dan terancam akan meleleh.
Komentar para pejabat AS menunjukkan, ada masalah yang sama pada unit-unit lain PLTN. Ketua Komisi Pengaturan Nuklir AS Gregory Jaczko dalam pertemuan Kongres AS di Washington mengatakan, kolam penampung bahan bakar bekas Unit 4 telah kosong. Diduga kuat, airnya dibuang ke laut untuk mencegah meluasnya kebakaran Unit 4.
Pekerja darurat dipaksa mundur dari lokasi PLTN, Rabu, ketika tingkat radiasi meningkat dan dianggap membahayakan. Mereka kembali bekerja setelah tingkat radiasi menurun. Namun, sebagian besar peralatan pemantau di PLTN itu tampak bermasalah.
”Kami takut ketinggian kolam air di Unit 4 telah menurun,” kata Hikaru Kuroda, dari fasilitas manajemen resmi di Tepco. Namun, dia menambahkan, ”Karena kami tidak bisa mendekati lokasi, satu-satunya cara untuk memantau situasi adalah hanya dengan melihat dari jarak jauh.”
Kolam penyimpanan memerlukan sumber air pendingin dalam jumlah konstan. Ini bertujuan mempertahankan radioaktif agar tidak bocor. Namun, para teknisi Jepang yakin, mereka dapat memulihkan krisis pada reaktor nuklir PLTN tersebut.
Ancaman bencana nuklir hanya menambah penderitaan dan frustrasi yang luas bagi para korban bencana. ”Kecemasan dan kemarahan warga Fukushima telah mencapai puncak,” kata Gubernur Prefektur Fukushima Yuhei Sato dalam wawancara dengan NHK. Ia mengatakan, persiapan evakuasi tidak memadai.