Jakarta, Kompas -
”Batan siap jika
Meskipun siap, kata Hudi, Batan tak menganjurkan dilakukan pemeriksaan. Selain berat, juga sia-sia jika individu tak terpapar radiasi hingga ratusan milisieverts (mSv). Paparan di atas ambang batas normal hanya terjadi pada pekerja reaktor nuklir.
Saat ini, tingkat paparan radiasi manusia di sejumlah besar titik pengamatan di kota-kota di Jepang sangat kecil, yaitu 0,0011 hingga 0,0176 mSv per jam.
Oleh karena itu, pemerintah sebenarnya tak perlu memeriksa warga negara Indonesia dari Tokyo atau kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi. Yang perlu diperiksa adalah produk pangan dari kawasan reaktor nuklir, seperti sayur-mayur dan buah-buahan.
Kalaupun ada rencana memeriksa tingkat radiasi, seharusnya di Jepang sebelum WNI naik pesawat pulang ke Jakarta.
”Yang bahaya sebetulnya bukan radiasi yang masuk Indonesia, tetapi awan yang diembuskan angin. Jika awannya mengandung zat radioaktif dan menempel di baju, terjadi kontaminasi, bukan radiasi,” kata Hudi.
Bila radiasinya otomatis masuk ke badan, tak masalah. ”Seperti di sinar-X dan tak meninggalkan bekas. Jika radiasi itu terkontaminasi, itu yang repot. Itu yang kami harapkan dilakukan di sana (Jepang). Tujuh jam di pesawat sudah terjadi silang kontaminasi luar biasa,” kata Hudi.
Sementara itu, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) terus mengantisipasi paparan radioaktif dari Jepang. ”Kami tempatkan 15 petugas di Bandara Soekarno-Hatta dan 6 petugas di Bandara Ngurah Rai,” kata Kepala Bapeten As Natio Lasman.
Sejauh ini, hasil pemeriksaan belum ditemukan kontaminasi zat radioaktif pada penumpang dan produk dari Jepang. (HAR/NMP/GUN/NAW)