Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengkolan Hidup Pepeng

Kompas.com - 17/04/2011, 14:50 WIB

Mawar Kusuma

”Ini pengkolanku sekarang,” kata Ferrasta Soebardi (57), alias Pemuda Pengkolan, alias Pepeng tentang rumahnya di Kompleks Bumi Pusaka Cinere, Depok.

Dari hobi nongkrong di pengkolan, Pepeng belajar menyelami kehidupan. Dia belajar makna hidup dari ranjang sakit di kamar tidurnya. Tiap hari selalu ada saja yang datang ke rumah Pepeng. Bukan untuk menaruh rasa iba, tapi justru menimba ilmu hidup dari Pepeng.

Satpam kompleks perumahan segera tahu bahwa rumah yang kami cari adalah rumah Pepeng ketika kami bertanya dengan patokan nomor rumah. Rumah itu terletak di pojok paling belakang kompleks, tepat di pertemuan dua aliran sungai. Dulu, rumah itu menjadi satu-satunya rumah di perumahan itu. Karena berada di pertemuan dua sungai, Pepeng sempat dianggap nekat. ”Banyak yang menganggap saya sakit karena lokasi rumah ini. Saya enggak percaya. Saya lebih takut maling daripada hantu,” tambahnya.

Setelah terserang penyakit multiple sclerosis sejak Maret 2005, ruang gerak Pepeng sangat terbatas. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan di kamar tidur. Dari kamar tidur itu pula, Pepeng bekerja. Tiap Selasa sejak pagi hingga petang, Pepeng melakukan pengambilan gambar untuk program acara Ketemu Pepeng dari ruang tidurnya.

Di kamar tidur yang baru saja selesai direnovasi oleh TVOne, Pepeng juga menerima tamu-tamunya. Dia tak pernah menolak siapa saja yang ingin bertandang. Seorang kenalan dari akun jejaring sosial Facebook, misalnya, datang ke rumah Pepeng dengan mengajak 100 rekan sekantornya.

Sama sekali tak ada ruang privasi di rumah Pepeng. Ia hanya membatasi 30 tamu sekali datang agar tetap punya ruang bernapas di kamarnya yang kini berukuran 6 x 7 meter. Guyonan khas Madura selalu menjadi selingan segar ketika berbincang dengan para tamu.

Tiap kali berbicara, Pepeng sejatinya dihujani rasa sakit. Tapi, karena guyonan segar dan sapaan hangatnya, lawan bicara sering kali lupa bahwa Pepeng sedang sakit. Pepeng justru mampu menebar semangat hidup. ”Bukan penasihat spiritual. Adanya gue aja,” ujarnya.

Ruang tamu yang terletak di antara teras dan ruang tidur telah kehilangan fungsinya. Apalagi, Pepeng tak bisa menggunakan kursi roda dan hanya terbaring di tempat tidur. Laptop menjadi andalannya untuk tetap menjalin hubungan dengan dunia luar.

Madura

Nuansa Madura terasa di rumah Pepeng. Begitu masuk ke teras rumah, ukir-ukiran sulur Madura berwarna kuning emas menyambut di depan pintu. Bangku dan kursi pun sengaja dipilih khas Madura. Maklum, Pepeng lahir dan besar di Sumenep, Madura.

Pepeng dan istrinya, Utami Mariam Siti Aisyah (50), memang penggemar barang antik. Lemari hingga tempat tidur empat anaknya seluruhnya juga terbuat dari kayu kuno. ”Dulu rumah ini seperti rumah aki nini dengan nuansa warna hijau dan gelap banget. Kesannya adem,” tambah Pepeng.

Rumah yang dibangun di atas tanah seluas 254 meter persegi ini ditempati Pepeng pada awal tahun 1996. Sebelumnya, ia menyebut dirinya kontraktor alias sering pindah kontrakan rumah. Tiga kali mengontrak rumah di lokasi berbeda dan sempat tinggal di rumah mertua, Pepeng akhirnya membangun rumahnya sendiri.

Pepeng yang menikahi Utami sejak masih kuliah di Universitas Indonesia pindah ke rumah dua lantai itu dengan membawa serta empat anaknya. Lokasi rumah dipilih karena dekat dengan lokasi sekolah. Ketika pertama kali dibeli, rumah itu sudah dibangun seperempat jadi.

Pada 1997, Pepeng memilih berhenti dari pekerjaannya sebagai pegawai kantoran. Dia sempat bekerja di sebuah bank swasta serta perusahaan Bakrie Brothers. Lantai satu rumahnya pun kemudian disulap menjadi kantor perusahaan multimedia Jari-jari Communication sebelum kemudian pindah ke lokasi lain.

Setelah sakit

Ketika berkantor di rumah, Pepeng dan keluarganya menempati ruangan di lantai dua. Setelah sakit dan tak lagi bisa naik tangga, Pepeng menghuni lantai satu, sedangkan lantai dua dimanfaatkan untuk kamar tidur anak-anaknya. Selain ruang tamu dan ruang tidur, lantai satu berfungsi sebagai dapur dan gudang.

Sakit memang telah banyak mengubah suasana rumah Pepeng. Dulu, ia biasa menghabiskan pagi hari di teras depan rumahnya. Sarapan pagi bersama istri lalu menyirami tanaman sirih dan bunga melati yang merambat di atas kolam ikan. Kini, ikan-ikan di kolam banyak yang mati dan bunga melati pun merambat liar.

Soal rumah, Pepeng dan Utami tergolong konservatif. Mereka tidak suka memindah barang dan tak menyukai rumah yang terlalu rapi. Kamar tidurnya yang baru dengan dinding penuh lukisan karikatur bergambar dirinya, menurut Pepeng, terlalu rapi sehingga tidak mencerminkan dirinya.

Pepeng berencana menaruh layar besar lengkap dengan kamera video di kamarnya. Ia berharap bisa mempresentasikan ide-idenya dari kamar tidur kepada sponsor, media, hingga rekan-rekan dekatnya.

”Saya pembuat keramaian. Doa saya ketika pertama sakit adalah jangan sampai saya kesepian karena perilaku saya,” kata Pepeng.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com