Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluhan Takut Mati

Kompas.com - 13/05/2011, 17:15 WIB

TANYA :

Dok , dulu saya periang, selalu optimis, bersyukur dan semangat. Tapi menjelang ulang tahun ke-25 hingga sekarang, saya selalu diliputi perasaan tidak enak. Saya merasa akan mati, merasa usia saya tidak lama lagi.

Tidak tahu dari mana datangnya perasaan itu. Saya sudah berusaha beribadah dan berdoa tapi tidak bisa merasa tenang. Saya jadi tidak semangat lagi, hidup rasanya tidak berguna lagi, hari-hari sepertinya cuma untuk menunggu ajal.

Saya tahu semua manusia pasti akan mati, tapi bukan berarti saya jadi takut begini kan? Dokter, tolong saya, saya kenapa ya? Apa saya harus ketemu psikiater?

(Dwi Arshi Pratiwi, 25, Balikpapan)

 

JAWAB  : Dwi yang baik,

Keluhan takut mati biasanya dialami oleh orang-orang yang mengalami kecemasan. Berbeda dengan keluhan ingin mati yang dialami oleh pasien yang mengalami depresi. Keluhan cemas bisa timbul karena ada faktor stres yang akut atau stres yang bersifat kronis (berkepanjangan). Sebenarnya orang menjadi cemas jika ada sesuatu yang "mengancam" keseimbangan tubuh dan otaknya, dan mekanisme timbulnya cemas itu adalah sebagai respon adaptasi tubuh untuk menyiapkan diri melawan ancaman itu. Namun pada beberapa orang, respon ini menjadi berlebihan bahkan ketika tidak ada ancaman.

Hal ini terjadi karena stres yang lama bisa mengakibatkan perubahan struktur sistem saraf di otak yang melibatkan sistem neuroendokrin (hubungannya dengan hormon adrenalin dan hormon stres kortisol) dan sistem saraf otonom (sistem saraf simpatis dan parasimpatis). Perubahan pada sistem otak inilah yang mengakibatkan walaupun tidak ada hal yang mengancam tetapi otak mempersepsikan sebagai suatu kecemasan. Intinya ada sistem alarm yang salah terhadap kondisi lingkungan.

Walaupun Dwi tidak merasa ada sesuatu yang berbeda dan tidak jelas mengetahui datangnya perasaan ini, biasanya kecemasan disebabkan karena mekanisme pertahanan adaptasi yang sudah mulai melemah. Kebanyakan penyebabnya adalah suatu stres yang panjang yang awalnya tidak disadari karena mungkin berlangsung sehari-hari, namun akhirnya "meledak" menjadi suatu bentuk gejala kecemasan.

Saran saya, Dwi bisa memperkuat logika dan mempertanyakan kepada diri sendiri mengapa saya bisa menjadi cemas padahal tidak ada sesuatu hal yang mengancam atau membuat stres. Kalau memang tidak bisa, saya bisa sarankan Dwi untuk berkonsultasi ke psikiater agar mendapatkan pengobatan yang tepat.

Salam sehat Jiwa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com