Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prevalensi Balita Kegemukan Meningkat

Kompas.com - 30/05/2011, 09:41 WIB

MEDAN, KOMPAS.com - Prevalensi kegemukan pada balita di Indonesia meningkat melampaui angka malnutrisi pada balita.  Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan, prosentase balita gemuk mencapai 14 persen lebih tinggi dari jumlah balita yang sangat kurus dan kurus yakni 6 persen dan 7,3 persen atau 13,3 persen. Sementara hasil riset serupa pada tahun 2007 menunjukkan angka prosentase balita gemuk baru 12,2 persen.

Distribusi kesejahteraan yang belum seimbang disinyalir membuat Indonesia mengalami dua kasus anak sekaligus, yakni kekurangan asupan pangan dan kebanyakan konsumsi pangan.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumatera Utara Prof Guslihan Dasa Tjipta, Sp A(K), Sabtu (28/5/2011) di Medan mengatakan, kelas menengah Indonesia tumbuh, namun di sisi lain kasus gizi buruk masih terus ditemukan meskipun angka kemiskinan terus menurun. Namun berdasarkan temuan, anak bergizi buruk bukan semata-mata gizinya yang tidak bagus, namun ada penyakit yang menyertainya.

Dokter Spesialis Anak Endokrin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Aman Bhakti Pulungan, SpA (K), mengatakan kegemukan bukan lagi masalah estetika, bukan pula genetik dan masalah lingkungan, namun masalah pola makan dan aktivitas.

"Jaman saya mahasiswa, obesitas pada anak hanya saya temukan di buku teks, sekarang dengan mudah ditemukan anak obesitas saat jalan-jalan di mal," kata Aman.

"Saya lebih merekomendasikan anak sedikit kurus daripada sedikit gemuk," tambah Aman.

Obesitas dapat meningkatkan risiko antara lain penyakit jantung, stroke, diabetes, hingga hipertensi. Selain itu, meningkatkan risiko depresi, dan mampu membuat anak bermasalah dengan tingkah laku dan pola belajar mereka.

Anak-anak dengan obesitas sering merasa cemas dan memiliki kemampuan sosialisasi lebih rendah daripada anak dengan berat badan normal. Orang tua perlu mencermati ancaman obesitas pada anak mengingat angka kejadiannya yang relatif tinggi.

Aman menambahkan, berdasarkan penelitian di Yogyakarta, kegemukan tidak hanya terjadi pada anak-anak urban, namun juga pada anak-anak di daerah perdesaan meskipun peningkatannya lebih sedikit dibandingkan anak-anak urban.  

Dalam sebuah penelitian, kata Aman, dari 40 anak obesitas yang diintervensi secara khusus selama 22 bulan, sebanyak 49 persen anak kembali normal, 15 persen terkena diabetes, dan sisanya terganggu glukosanya.

Obesitas dapat dicegah dengan pola makan yang sehat dan memberi keleluasaan anak untuk beraktivitas, tidak hanya makan dan melakukan kegiatan yang membuat fisik tidak bergerak seperti menonton TV. Pola pencegahan sebaiknya dilakukan sejak bayi masih berada di kandungan, jangan sampai bayi lahir dengan berat badan rendah, sebab bayi dengan berat badan rendah rentan terkena penyakit saat anak beranjak dewasa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com