Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Penyempurnaan Pola Baru

Kompas.com - 22/06/2011, 04:03 WIB

Perubahan pola perjalanan KRL masih membutuhkan penyempurnaan sebelum diberlakukan tanggal 2 Juli. Penyempurnaan terutama agar tiket yang diterapkan nantinya tidak membuat penumpang turun ke kelas ekonomi.

Potensi penurunan penumpang KRL yang semula naik kelas ekonomi AC ke kelas ekonomi terlihat pada uji coba tanggal 18 Juni. Data itu tertera antara lain dari catatan penjualan tiket di Stasiun Bekasi.

Kepala Stasiun Bekasi Eman Sulaeman membandingkan data antara Sabtu (11/6) dan Sabtu (18/6). Data pada Sabtu (11/6), jumlah penumpang KRL mencapai 9.311 orang yang 1.870 orang di antaranya ialah penumpang KRL ekonomi. Adapun data pada Sabtu (18/6) menunjukkan jumlah penumpang KRL turun menjadi 9.210 orang dan 3.957 orang di antaranya penumpang KRL ekonomi.

Penambahan ongkos untuk membeli tiket KRL commuterline memang tergolong besar bagi penumpang ekonomi AC. Di lintas Bekasi, KRL ekonomi AC bertarif Rp 4.500. Apabila pola perjalanan baru diberlakukan, penumpang KRL ekonomi AC harus merogoh kocek Rp 8.000 sekali jalan atau naik Rp 3.500.

Sementara tarif KRL ekonomi tetap. Untuk koridor Bekasi, tarif KRL ekonomi Rp 1.500. Dengan tarif yang sangat murah, penumpang yang keberatan dengan tarif commuterline memilih KRL ekonomi. Untuk penumpang KRL ekspres, tarif commuterline di bawah tarif ekspres sehingga tidak terlalu bermasalah. Penumpang ekspres hanya perlu menyesuaikan ulang jadwal perjalanan karena KRL berhenti di semua stasiun.

Tidak menggambarkan

Terkait data itu, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, memperkirakan tarif commuterline Rp 8.000 dinilai terlalu berat bagi sebagian penumpang KRL ekonomi AC. Maka, penumpang memilih ke KRL ekonomi.

Selain itu, uji coba pada Sabtu dinilai kurang tepat sebab hari tersebut bukan hari kerja. Penumpang KRL pada akhir pekan tidak menggambarkan latar belakang ekonominya. ”Bisa jadi yang bepergian di akhir pekan pakai kereta itu golongan ekonomi pas-pasan sehingga cuma mampu membeli tiket ekonomi,” kata Djoko, Selasa (21/6).

Terkait dengan harga tiket jauh dekat sama, yakni Rp 8.000, Djoko menyarankan agar diubah menjadi tiket berdasarkan jarak tempuh. Untuk itu, mesin pemindai yang sudah ada di sejumlah stasiun perlu segera dioperasikan. Stasiun harus steril dari penumpang nakal yang tidak mau membeli tiket.

Tahun 2010 ada 34.562.549 penumpang KRL yang menggunakan kereta kelas ekonomi AC. Penumpang ekonomi AC inilah yang rentan turun kelas ke ekonomi bertarif murah. Jumlah penumpang terbesar di kelas ekonomi, yakni 69.388.415 orang, sementara penumpang KRL ekspres 19.992.258 orang.

Sekretaris Perusahaan PT KAI Commuter Jabodetabek Makmur Syaheran menilai, jumlah penumpang KRL ekonomi pada uji coba 18 Juni tidak jauh berbeda dibandingkan dengan hari Sabtu yang lain.

Tarif commuterline, menurut Makmur, adalah tarif KRL AC tanpa subsidi. Selama ini, tarif KRL ekonomi AC di bawah biaya operasional karena ada subsidi pemerintah. Belakangan, subsidi ini tidak diberikan ke KRL ekonomi AC.

Secara terpisah, Kementerian Perhubungan akan mengevaluasi tarif KRL commuterline. Tujuannya, untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam penetapan tarif sehingga masyarakat tidak dirugikan.

”Sebenarnya, hanya tarif kereta ekonomi yang ditentukan pemerintah. Khusus untuk tarif KRL commuterline ditentukan oleh operator, yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI). Namun, kami akan evaluasi supaya tak ada pertanyaan lagi,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Tundjung Inderawan.

Ditegaskan Tundjung, tarif KRL commuterline tak boleh terpaut jauh dari Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Perhitungan Tarif Orang dan Barang.

Sementara Polda Metro Jaya akan mengamankan stasiun ketika pemberlakuan pola operasional KRL pada 2 Juli. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman menyatakan, setiap kebijakan baru menyangkut publik akan memunculkan pro dan kontra di masyarakat. Kondisi itu rentan memunculkan gangguan keamanan dan instabilitas. Untuk itu, Kapolda Metro menyatakan, kepolisian berkewajiban mengawal setiap kebijakan menyangkut publik.

(BRO/RYO/COK/GAL/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com