Oleh: Atika Walujani Moedjiono
Tren penyuntikan vitamin semakin meningkat. Penyanyi Britney Spears, Madonna, Justin Timberlake, dan Robbie Williams konon menggunakan hal itu untuk meningkatkan stamina menjelang konser. Bahkan, kini tidak hanya para artis, para eksekutif pun terlanda "demam suntik vitamin" untuk menambah kebugaran.
Pertanyaannya, amankah praktik itu dan sejauh mana khasiatnya? Menurut Guru Besar Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Iwan Dwiprahasto, praktik itu merupakan terapi off label alias pemberian obat tidak sesuai indikasi.
"Sediaan vitamin yang diberikan dengan cara disuntik disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk pengobatan bagi yang mengalami defisiensi vitamin berat di mana pemberian oral kurang efektif. Adapun penggunaan untuk tujuan kebugaran tidak ada dalam panduan tata laksana pengobatan." katanya.
Iwan memaparkan, semula praktik penyuntikan vitamin dilakukan secara intradermal (ke lapisan di bawah kulit) untuk alasan kecantikan. Praktik mesoterapi itu dimulai tahun 1950-an di Perancis. Saat orang menua, kulitnya mulai berkerut. Hal ini diyakini akibat kadar vitamin menurun. Agar kulit segar kembali, dilakukan suntik, biasanya vitamin A, C atau D.
Di Indonesia, praktik ini marak dilakukan di salon-salon. Kalau di Amerika Serikat, suntik vitamin dilakukan oleh dokter ahli dermatologi yang mendalami kosmetika dermatologi. Sementara di Indonesia kebanyakan dilakukan dokter umum yang mengambil kursus dalam hitungan hari di luar negeri.
Berkembang
Kini, praktik itu berkembang menjadi penyuntikan ke intravena (pembuluh darah). Dalam hal ini vitamin dipercaya sebagai zat antioksidan untuk mengatasi kerusakan sel dan bisa meregenerasi sel. Suntik vitamin dipercaya bisa membuat orang merasa bugar karena vitamin langsung masuk pembuluh darah dan dimetabolisme oleh tubuh.
"Ini sesungguhnya keliru. Rasa bugar adalah efek plasebo, hanya sugesti karena orang bersangkutan berharap merasa segar setelah disuntik," kata Iwan. Vitamin yang biasa disuntikkan untuk tujuan kebugaran adalah vitamin B12, BI, C, dan E.
Menurut Iwan, belum ada uji klinis yang menjadi bukti bahwa terapi itu bermanfaat. Karena penggunaan di luar indikasi, terapi itu bersifat on your own risk alias risiko ditanggung sendiri. Jika terjadi efek samping, umumnya pengguna tidak akan protes. Namun, jika ada pengguna yang menuntut, dokter yang melakukan bisa kena tuduhan malapraktik.
Hal itu senada dengan para ahli di MayoClinic yang menyatakan, perlu riset lebih lanjut untuk membuktikan klaim bahwa suntikan vitamin B12 bisa mengobati keletihan, penyakit gangguan sel, gangguan ritme sirkadian, serta sindrom kaki gemetar. Selain itu, juga tak ada bukti bahwa suntik vitamin B12 membantu mengurangi berat badan.
Hal penting yang sering dilupakan, menurut Iwan, vitamin tak boleh disuntikkan pada orang gemuk karena reaksi hipersensitivitas akan makin tinggi. Demikian pula pada remaja di bawah usia 18 tahun.
Iwan menyatakan, vitamin seharusnya didapat tubuh lewat metabolisme, bukan disuntikkan. Dampak yang mungkin terjadi adalah infeksi. Jika alat suntik tidak steril, bisa tertular penyakit, seperti HIV, ataupun hepatitis B atau C. Hal lain, bisa terjadi alergi berupa bintik-bintik merah (rash) maupun benjolan akibat vitamin menumpuk di bawah kulit.
Terkait kebugaran, menurut Iwan, kondisi itu sesungguhnya berasal dari tercukupinya kebutuhan gizi tubuh, yakni karbohidrat, protein, dan lemak dalam jumlah seimbang. Adapun vitamin dan mineral hanya dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil. Vitamin C hanya 20-100 miligram per hari, sedangkan vitamin B12 maksimal 200 mikrogram per hari.
Penyuntikan biasanya menggunakan dosis jauh lebih tinggi dari kebutuhan. Misalnya, vitamin C diberikan 1 gram, sedangkan vitamin B12 diberikan dalam hitungan miligram. Akibatnya, kadar vitamin dalam darah akan terlalu tinggi. Sisa vitamin akan dibuang lewat, ginjal. Jika kadar vitamin dalam darah terlalu tinggi dan jenuh, ginjal akan bekerja terlalu keras sehingga bisa mengganggu fungsinya bahkan gagal ginjal. Apalagi orang cenderung lupa minum jika merasa segar. Padahal, air dibutuhkan untuk mengeluarkan racun sisa metabolisme.
Efek samping yang lebih ringan adalah mual, muntah, diare, atau nyeri di ujung saraf dan permukaan tubuh karena tubuh jenuh vitamin. Vitamin itu lantas tertumpuk di jaringan, baik di kulit, otot, empedu, maupun hati.
Khusus untuk suntik vitamin B12, efek samping yang ringan, antara lain, diare, nyeri perut, mual, nyeri atau panas pada tempat penyuntikan, sakit kepala, serta nyeri sendi. Jika terjadi efek samping berupa jantung berdebar-debar; sesak atau nyeri dada atau kaki, berat badan meningkat, lemah atau kram otot, rasa haus, sering kencing, bingung, pusing, mati rasa, kesulitan bernapas atau menelan, napas pendek dalam kondisi istirahat; batuk-batuk dan bersin; bengkak terutama pada tangan, kaki, atau tumit; kulit memerah, gatal, dan timbul bintik-bintik merah, perlu segera mendapat pertolongan medis. Reaksi alergi itu bisa berakibat fatal.
Sebaiknya dari makanan
Menurut situs Webmd, zat gizi sebaiknya didapatkan dari makanan segar daripada mengonsumsi suplemen maupun melalui penyuntikan. Dalam makanan sering terdapat antioksidan kompleks yang bekerja secara sinergis, misalnya quercetin (pada apel, bawang, teh, anggur merah) yang bersifat antiradang dan bisa mengurangi alergi.
Antioksidan kompleks lain adalah luteolin (di seledri, cabai hijau) yang bersifat antiradang dan dipercaya bisa membantu menghindarkan Alzheimer. Catechin (flavonoid dalam teh) bisa mengurangi risiko ganggnan jantung, kanker, dan Alzheimer.
Sumber vitamin B12 adalah makanan hewani, seperti daging sapi, susu, keju, ikan, lobster, kepiting, dan tiram. Jarang ada orang mengalami defisiensi vitamin B12, kecuali para vegetarian, orang yang kekurangan makan, orang lanjut usia, serta penderita anemia.
Gejala defisiensi vitamin B12 adalah gemetar, lemah otot, gangguan suasana hati, gangguan penglihatan, tekanan darah rendah, dan gangguan kandung kemih. Pada orang-orang demikian suntikan vitamin B12 diperlukan. Biasanya dokter memberikan dosis 25-100 mikrogram bagi penderita defisiensi.
Jika Anda tidak bisa mendapatkan cukup antioksidan dari makanan segar, para ahli menyarankan untuk mengonsumsi multivitamin dan mineral. Hati-hati meminum suplemen tunggal untuk meningkatkan kekebalan tubuh, jangan berlebihan. Kelebihan vitamin A dan E, jenis vitamin yang larut dalam lemak dan sulit dibuang dari dalam tubuh, bisa beracun. Vitamin A, D, E, dan K juga bisa beracun jika disuntikkan langsung ke pembuluh darah.
Kini, pilihan di tangan Anda. Mau segar sesaat dengan risiko gagal ginjal di suatu saat atau melaksanakan pola hidup sehat, termasuk rajin berolahraga dan mengonsumsi makanan dengan gizi sesuai kebutuhan agar tetap bugar sepanjang hayat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.