Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sartika Dewi: Selalu Minta Dukungan Saat Kemoterapi

Kompas.com - 03/10/2011, 10:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Selalu happy dan tidak pernah merasa terbebani dengan penyakit yang diidapnya menjadi kunci bagi Sartika Dewi Moechtar (47), mantan Putri Indonesia era tahun 80-an untuk bertahan dan tak lelah berkarya meski kini tubuhnya sedang bergelut dengan penyakit kanker payudara.

Di kalangan para wanita, termasuk di Indonesia, kanker payudara didiagnosis sebagai jenis kanker yang paling mengancam jiwa dan penyebab utama kematian setelah kanker leher rahim. Kendati begitu tidak banyak wanita yang mengenali tanda dan gejala penyakit ini, apalagi melakukan skrining dan deteksi dini.

Dewi menuturkan bahwa sesungguhnya ia tidak akan pernah menyadari kalau telah terkena penyakit mematikan tersebut andai saja suaminya tidak menaruh curiga terhadap dirinya. "Awal mula saya tahu kena kanker itu sebetulnya tahu dari suami dulu," ucapnya.

Kejadian tersebut kira-kira terjadi pada tahun 2010. Saat itu, ia memutuskan untuk memeriksakan kelainan yang ada pada payudaranya ke YKI (Yayasan Kanker Indonesia). Dewi menceritakan, saat itu diameter benjolan pada payudaranya baru sekitar 1,3 cm. Tetapi karena tidak merasa terganggu dan tidak merasa sakit, ia hanya mendiamkan saja penyakitnya dan tidak berusaha untuk pergi ke dokter dan melakukan upaya pengobatan.

Satu tahun berselang, pada bulan April tahun 2011 ia kembali melakukan pemeriksaan. Ternyata diameternya sudah makin membesar dan pertumbuhannya mencapai seratus persen lebih, menjadi 3 cm. Dan terus bertambah hingga mencapai 5 cm.

"Saat saya ke YKI untuk kedua kalinya tahun ini dan melakukan pemeriksaan lengkap, saya divonis bahwa itu kanker ganas dan sudah stadium 3," katanya.

Setelah mendapat kabar tidak menyenangkan tersebut, Dewi mengaku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sampai pada akhirnya dokter menyatakan untuk segera dilakukan tindakan (operasi).

Operasi pertama ia jalani pada bulan Juni 2011 dan hasilnya pun cukup memuaskan, meski masih harus melakukan serangkaian pengobatan tambahan seperti kemoterapi untuk mencegah penyebaran kanker.

Sayang, belum pula usai perjuangannya melawan penyakit pembunuh nomor satu wanita di Indonesia ini, Dewi mendapat kabar bahwa orang tuanya (ibu) meninggal dunia. Meski cobaan yang diterima terbilang cukup berat, ia tidak begitu saja menyerah pada keadaaan.

"Untuk penderita kanker menghadapi penyakit itu sendiri sudah berat, ditambah harus kehilangan orang tua. Tapi pada saat itu saya berpikir bahwa saya harus sembuh karena saya masih punya anak-anak yang masih membutuhkan saya," cetusnya.

Semangat yang tinggi untuk bisa terus bertahan demi anak-anak seakan memberikan motivasi tersendiri baginya untuk bisa menjalani tahap demi tahap pengobatan dan terapi tepat waktu sebagaimana yang dianjurkan oleh dokter.   

"Tidak lama lagi saya akan menjalani kemoterapi yang ke lima. Setelah itu, rencananya saya juga akan di radiasi sebanyak 25 kali. kalau yang ada dalam pikiran saya, saya harus bisa kemo on schedule. Jadi saya sangat menjaga kondisi badan, makan yang baik, kegiatan juga jangan terlalu di porsir," terangnya.

Ubah Cara Berpikir

Dewi memaparkan, penting untuk mengubah cara berpikir dan sikap dalam menghadapi penyakit yang kini sedang mengerogotinya. Meski kondisi kesehatan sudah tidak seperti dulu lagi, tetapi ia selalu berpikir positif dan tidak pernah merasa sedang menderita suatu penyakit.    

Karena menurutnya sedikit saja pikiran negatif masuk, malah akan memperburuk kondisi kesehatannya dan membuat semangat menjadi down. "Caranya, saya melakukan apa yang saya suka seperti masak, nyanyi, dengar lagu sehingga tidak berpikir yang tidak-tidak. Lakukan saja apa yang membuat kita happy. Dengan begitu semangat akan tetap baik," serunya.

Ibu tiga orang anak ini juga menyerukan kepada para penyintas kanker payudara lainnya untuk tidak menutup diri dan merasa minder terkait penyakit yang mereka sandang. Ia sendiri mengaku dengan memiliki sikap membuka diri, banyak hal positif yang akan didapat baik itu berupa dukungan atau semangat dari teman, sahabat, keluarga, dan orang lain.

"Setiap saya mau menjalani operasi dan kemoterapi saya selalu memberitahu lewat Facebook atau BBM. Dengan begitu malah banyak sekali dukungan dari teman-teman. Kalau kita tertutup, kita akan merasa dunia kejam. Tapi kalau terbuka insya Allah orang akan mendoakan dan support," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com