Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malaria Masih Mematikan

Kompas.com - 17/10/2011, 20:33 WIB
Timbuktu Harthana

Penulis

MANOKWARI, KOMPAS.com - Malaria masih menjadi salah satu penyakit yang mematikan di Provinsi Papua Barat. Sebanyak 15 persen penyebab kematian di provinsi ini disebabkan oleh malaria. Dalam Setahun, diperkirakan 51.000 orang di Papua Barat terjangkit penyakit itu.

Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Papua Barat, Ria M Come, Senin (17/10/2011), di Manokwari, mengatakan, tren prevalensi penyakit malaria di provinsi itu selama tiga tahun terakhir menurun. Tetapi angkanya masih tinggi.

Pada tahun 2008, dalam 1.000 penduduk terdapat 84 orang yang terjangkit malaria, tetapi tahun 2010 turun menjadi 64 orang. Itu berarti, dari jumlah penduduk 798.600 jiwa, yang terjangkit malaria mencapai 51.000 orang.

Bahkan, dilihat dari angka malaria klinis, terdeteksi 135.850 orang mengalami gejala-gejala penyakit malaria di provinsi ini. Angka ini tinggi sekali.

"Apabila di satu daerah terjadi lima kasus malaria dalam 1.000 penduduk itu sudah disebut tinggi, apa lagi sampai 64,"  Ria.

Dari jumlah penderita yang tercatat selama tahun 2010, sebanyak 4.678 orang dirawat inap di rumah sakit dan puskesmas, serta 61 orang meninggal karena malaria.

Dibandingkan dengan jumlah pasien yang meninggal sebanyak 418 orang, itu berarti 15 persen penyebab kematian pasien di rumah sakit di Papua Barat adalah malaria.

Jumlah penderita malaria yang meninggal terbanyak ada di Kabupaten Manokwari dan Fakfak. Namun, jumlah prevalensi dan kasus malaria tertinggi ada di Kabupaten Fakfak (155 banding 1.000 penduduk), Teluk Wondama (80 banding 1.000 penduduk, dan Teluk Bintuni (75 banding 1.000 penduduk) .

Menurut Edi Sunandar, selaku Pengelola Program Malaria Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Papua Barat, belum diketahui penyebab pasti tingginya prevalensi dan penderita malaria di Fakfak.

Namun, diduga karena masyarakat di kabupaten ini terlambat menerima penggunaan obat malaria jenis dehidroartemisine piperaquin (DHP/arterakin).

Pola hidup masyarakat yang tidak sehat, ditambah kondisi lingkungan yang berawa dan lembab, mengakibatkan kasus malaria di Papua Barat tinggi. Padahal, saat menderita malaria, pasien harus beristirahat sekitar lima hari. Itu berarti kerugian dan penghasilan keluarga akan terganggu.

"Pernah dihitung, kerugian ekonomi diperkirakan sampai Rp 4,1 triliun, dari ribuan orang yang menderita malaria di Papua Barat pada tahun 2008," ungkap Edi.

Salah satu penderita yang paling rentan adalah ibu hamil dan balita. Sebanyak 1.077 ibu hamil dari 18.753 ibu hamil, atau enam persen ibu hamil di provinsi ini terjangkit malaria. Jika terpapar malaria, ibu hamil dan balita berisiko mengalami anemia dan kekurang gizi.  

Masih tingginya tingkat kematian akibat malaria di Papua Barat, kata Ria, itu karena masyarakat meremehkannya. Mereka menganggap malaria adalah penyakit endemik, yang pasti diderita semua orang di Papua, atau bisa disembuhkan dengan istirahat dan minum obat yang dijual di apotik. Hal itu adalah anggapan yang salah karena sebelum berobat, penderita harus melakukan tes darah lebih dulu.

Melalui tes darah akan diketahui jenis penyakit malaria yang diderita, apakah malaria tertiana atau tropika. Tes darah bisa dilakukan secara mikroskopik atau dengan tes cepat (rapid diagnostic test).

"Bukan berarti kalau demam tinggi dan pusing itu pasti malaria. Kalau salah obat, bibit penyakit bukannya mati, tapi malah berkembang biak dalam darah," ujarnya.

Untuk itu, target dinas adalah mencegah kematian akibat malaria bertambah banyak, dengan memberikan obat yang tepat dan membunuh bibit penyakitnya dalam tubuh.

Namun, upaya pencegahan tetap dilakukan dengan memberikan kelambu kepada anak-anak dan ibu hamil. Selain itu, membekali tenaga medis dan melengkapi puskesmas di tiap kampung dan distrik, dengan alat pendiagnosa dan obat malaria.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com