Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahaya Generasi Manja!

Kompas.com - 20/12/2011, 02:24 WIB

Tommy, mahasiswa sebuah universitas negeri di Yogyakarta, mengatakan, mahasiswa sebaiknya menghindari sikap manja dan selalu tergantung orangtua. ”Mahasiswa semestinya sudah tidak lagi egois memikirkan diri sendiri. Harus mulai memikirkan orang lain. Syukur-syukur bisa bermanfaat bagi orang lain,” ujar Tommy yang merintis usaha pakaian di Yogyakarta dan mempekerjakan beberapa karyawan.

Dia berharap, mahasiswa yang hingga kini masih terlena menikmati fasilitas dari orangtua dengan membabi buta segera sadar dan membenahi diri agar hal itu tidak menjadi bumerang bagi diri mereka. ”Kan kalau malah menimbulkan masalah, itu malah akan merugikan diri sendiri,” ujarnya.

Gangguan konsep diri

Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang, Sambodo Sriadi Pinilih, menuturkan, ciri-ciri remaja normal, antara lain, mampu menilai diri secara obyektif, baik kekurangan maupun kelebihannya; aktif mengikuti kegiatan rutin, seperti seni, olahraga, dan pengajian; serta bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan tanpa tergantung orangtua.

”Lebih dari itu, dia juga mampu menemukan identitas diri, mempunyai tujuan dan cita-cita masa depan, dan tidak antisosial. Selain itu, dia juga tidak menuntut orangtua secara paksa untuk memenuhi keinginannya secara berlebihan dan negatif,” ujar Sambodo.

Jadi, untuk menilai apakah remaja tersebut sehat, berisiko mengalami masalah kesehatan, atau justru mengalami gangguan kesehatan yang meliputi aspek biologis atau fisik serta psikologis atau mental dan sosial kulturalnya, ciri-ciri di atas menjadi pedoman.

Terkait dengan remaja yang hingga duduk di bangku kuliah masih kerap menikmati fasilitas orangtua, seperti selalu diantar jemput, Sambodo mengatakan, hal seperti itu bukan masalah jika beranggapan dengan diantar jemput menjadi lebih praktis dan efisien secara materi dan waktu.

”Yang jadi masalah adalah ketika dia tidak diantar dan dijemput, kemudian dia tidak bisa apa-apa, cemas, bete, bingung mencari pemecahan masalah,” ujar Sambodo.

Ketergantungan semacam itu, kata Sambodo, bisa berasal dari kedua belah pihak, yaitu mahasiswa bersangkutan atau pihak orangtua. ”Bisa jadi remajanya yang sehat, tetapi karena lingkungan rumah atau orangtuatunya terlalu cemas dan terlalu protektif. Ini bisa jadi penyebab remaja ikut-ikutan bermasalah,” tambahnya.

Agar terhindar dari persoalan semacam itu, mahasiswa sebaiknya kembali ke inti fokus tugas perkembangan sesuai usianya, yaitu identity versus deffusion di mana tugasnya adalah mampu mencapai identitas diri meliputi tujuan pribadi, keunikan, dan ciri khas diri. ”Bila hal itu tidak tercapai, remaja akan mengalami kebingungan peran yang berdampak pada rapuhnya kepribadian. Akibatnya, akan terjadi gangguan konsep diri,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com