Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

90 Persen Spesialis Gigi "Numpuk" di Pulau Jawa

Kompas.com - 19/01/2012, 17:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Distribusi tenaga kesehatan (dokter) sampai saat masih menjadi problem utama dalam bidang layanan kesehatan. Betapa tidak, dari sekitar 22.203 dokter gigi dan dokter spesialis gigi yang ada di Indonesia, hampir sebagian besar menumpuk di pulau Jawa.

"Dari data yang ada, 70-80 persen dokter gigi ada di pulau Jawa. Sementara yang spesialis dokter gigi, 90 persen ada dipulau jawa," kata  Ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI) Eky S. Soeria Soemantri,  Kamis, (19/1/2012), di Jakarta.

Untuk mengatasi hal tersebut, kata Eky, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tengah merancang Undang-Undang Pendidikan Kedokteran dan UU Perguruan Tinggi. Diharapkan, tahun ini rancangan tersebut bisa terselesaikan.  "Dalam isi rancangannya, akan ditata soal kesehatan, termasuk kedokteran gigi dan pelayanannya," katanya.

Menurut Eky, Jakarta termasuk daerah yang distribusi dokter dan spesialis giginya paling bagus, yakn sekitar 1 dokter berbanding 4000 pasien. Padahal menurut data dari Kemenkes idealnya 1:9000. Jadi, jumlah ini sudah melewati terget yang ditetapkan Kemenkes alias berlebihan.

"Kenapa seperti ini? karena tidak ada sistem distribusi atau aturan yang benar dari pemerintah," katanya, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran, Bandung.

Eky menerangkan, dulu dokter gigi wajib kerja sarjana (WKS). Artinya, seorang lulusan dokter atau dokter gigi wajib bekerja di daerah tertentu. Tapi sekarang peraturan itu dihapuskan, karena alasan Hak Asasi Manusia (HAM). Akibatnya, sekarang semua dokter larinya ke kota-kota besar.

"PDGI tidak punya kewenangan menyebarkan atau mendistribusi dokter, karena ini sepenuhnya wewenang dari pemerintah," jelasnya

Selain tidak adanya aturan yang jelas soal pengaturan pendistribusian tenaga kesehatan, masalah jaminan kesejahteraan bagi dokter yang berpraktek di daerah terpencil juga menjadi salah satu faktor penghambat.  Eky menceritakan, belum lama ini sudah ada dokter yang mau bertugas di daerah terpencil tetapi dia hanya mendapat gaji 4 bulan sekali. Padahal dia (dokter) butuh hidup dan makan. Dan pada saat ibunya meninggal, dia tidak punya ongkos untuk pulang. "Itu kan tragis sekali," cetusnya.

Menurut Eky, masalah pendistribusian dokter bukanlah tanggung jawab pemerintah pusat semata, tetapi juga pemerintah daerah. "Karena ada otonomi daerah. Jadi kalau pemerintah daerah memerlukan tenaga kesehatan di daerahnya, tentu dia harus mendatangkan dokter gigi ke daerahnya. Tapi harus juga dengan imbalan dan dana yang cukup," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com