Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transparankan Parpol

Kompas.com - 21/06/2012, 02:14 WIB

Yogyakarta, Kompas - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengemukakan perlunya keterbukaan dan transparansi penggunaan dana dalam proses kampanye yang dilakukan partai politik.

”Partai politik harus benar-benar bersih dari korupsi atau politik uang. Kalau tidak, lama-kelamaan orang bosan dengan demokrasi. Dibutuhkan keterbukaan dan transparansi dalam proses kampanye,” kata Syafii di Yogyakarta, Rabu (20/6).

Karena tuntutan biaya politik yang tinggi ini, Syafii melihat budaya demokrasi di Indonesia belum bersih. Partai politik menggerogoti APBD dan APBN untuk kegiatan politik.

Menurut dia, di tengah kondisi Indonesia yang marak dengan berbagai macam korupsi dibutuhkan kepemimpinan yang kuat. Pemerintah seharusnya memerintah, bukan sekadar memberi imbauan.

Terkait keterbukaan penggunaan dana dalam kampanye partai politik, mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD Arif Wibowo mengatakan, masih ada celah untuk memperbaiki aturan mencegah biaya politik tinggi. Salah satu caranya dengan merevisi terbatas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu.

”Sebenarnya masih bisa dengan revisi terbatas UU Pemilu. Dua atau tiga pasal saja untuk mengatur pembatasan belanja kampanye,” kata Arif di Jakarta.

UU Pemilu yang disahkan April 2012 memang tidak mengatur batas belanja kampanye. Pembatasan itu adalah salah satu cara menekan politik biaya tinggi.

Karena tidak diatur, Komisi Pemilihan Umum akan kesulitan jika harus membuat aturan pembatasan dana kampanye. Menurut Arif, pengetatan pelaksanaan kampanye yang diatur dalam peraturan KPU tidak akan cukup menekan tingginya biaya politik.

Arif menjelaskan, revisi terbatas dilakukan hanya untuk menambahkan dua atau tiga pasal yang mengatur pembatasan belanja kampanye. Revisi itu dapat dilakukan jika Badan Legislasi DPR dan pemerintah menyetujui perubahan daftar program legislasi nasional yang harus disetujui mayoritas fraksi.

Berbeda dengan Arif, mantan Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Taufiq Hidayat berpendapat, perubahan terbatas UU Pemilu tidak baik dilakukan. ”Masa baru disahkan mau direvisi? Sulit kalau direvisi karena menyangkut masalah psikologis,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com