Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Pendek dan Kurang Gizi

Kompas.com - 20/11/2012, 03:32 WIB

Siwi Yunita C

Indonesia masih tertinggal dari tiga negara tetangga soal asupan gizi. Berdasarkan riset South East Asian Nutrition Surveys yang pekan lalu dipublikasikan, anak yang kekurangan gizi dan berbadan pendek paling banyak ditemukan di Indonesia. Untuk mengatasi persoalan itu, perlu gerakan menyeluruh.

South East Asian Nutrition Surveys (Seanuts), lembaga penelitian yang diprakarsai oleh FrieslandCampina, perusahaan induk dari PT Frisian Flag Indonesia, meneliti status gizi anak-anak di empat negara di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Obyek penelitian adalah anak usia enam bulan hingga 12 tahun.

Riset yang dilakukan selama 12 bulan itu melibatkan 7.200 anak dari Indonesia, 3.300 anak dari Malaysia, 3.100 anak dari Thailand, dan 2.880 anak dari Vietnam. Responden dari Indonesia terbesar mengingat cakupan wilayah dan persebarannya luas. Ada 96 desa dan kelurahan mulai dari Aceh hingga Papua menjadi lokasi penelitian. Di Indonesia, Seanuts menggandeng Perhimpunan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) untuk riset mereka.

Dari penelitian Seanuts didapatkan bahwa angka malnutrisi anak Indonesia mencapai 22,3 persen. Angka itu merupakan angka rata-rata penelitian di desa dan kota. Dibandingkan dengan tiga negara lain, angka malnutrisi anak Indonesia paling tinggi. Malaysia hanya 8,7 persen, Thailand 8,35 persen, dan Vietnam 16,45 persen.

Jumlah anak berbadan pendek (stunting) di Indonesia mencapai 34 persen. Jumlah itu tertinggi dibandingkan dengan negara lain, Malaysia 8,55 persen, Thailand 6,35 persen, dan Vietnam 12,9 persen.

Jumlah anak berbadan kurus (underweight) mencapai 8 persen. Meski Indonesia lebih baik dibandingkan Vietnam yang mencapai 9,25 persen, tetap kalah dari Thailand yang tinggal 6,3 persen dan Malaysia 5,51 persen.

Sebaliknya, jumlah anak Indonesia yang kegemukan (overweight) dan obesitas terkecil dibandingkan tiga negara lain. Jumlah anak kegemukan di Indonesia 4,05 persen. Adapun Vietnam 11,85 persen, Thailand 9,95 persen, dan Malaysia 9,8 persen. Angka obesitas di Indonesia 4,05 persen, 8,2 persen di Vietnam, 10,25 persen di Thailand, dan 10,45 persen di Malaysia.

Dalam hal pemberantasan defisiensi (kekurangan) vitamin A, Indonesia paling baik. Kasus defisiensi vitamin A dan yodium di Indonesia 0,5 persen. Malaysia 4,2 persen, Thailand 4,45, serta Vietnam 7,7 persen.

Masalah serius

Dilihat secara menyeluruh, menurut Sandjaja, ahli gizi dan ketua tim peneliti Seanuts untuk Indonesia, Indonesia menghadapi persoalan serius terkait gizi anak. Berdasarkan penelitian, anak-anak yang berusia kurang dari 2 tahun tidak cukup mendapat asupan kalori dan protein. Ibu menyusui pun kian turun setelah bayi berumur lebih dari 6 bulan.

Persoalan kekurangan gizi, demikian Sandjaja, paling banyak terjadi di desa, terutama di daerah pelosok seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur. Pemicunya berbagai macam, mulai dari kondisi ekonomi, kurangnya pengetahuan, hingga penyakit. Akibatnya, anak-anak berpotensi kehilangan tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 13 persen. ”Bisa kita bayangkan kerugian Indonesia akibat generasi muda kurang gizi,” kata Sandjaja.

Banyaknya anak berbadan pendek juga menjadi bom waktu bagi kondisi kesehatan generasi mendatang. Anak pendek lebih berisiko mengidap penyakit degeneratif saat mereka dewasa. ”Tinggi badan mereka terbatas. Saat kondisi ekonomi meningkat asupan gizi mereka akan banyak. Jika tidak diimbangi dengan gaya hidup sehat, mereka bisa kegemukan, bahkan obesitas dan berpotensi terkena berbagai penyakit,” ujarnya.

Hendro Harijogi Pudjono, Direktur Public Affairs and Regulatory Affairs FrieslandCampina di African-Middle East Asia mengatakan, hasil penelitian diumumkan agar bisa menjadi landasan penelitian lebih lanjut, melengkapi data yang ada dan digunakan untuk menyusun program intervensi.

Slamet Riyadi Yuwono, Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, dalam rilis mengatakan, studi Seanuts merupakan basis data terkait kesehatan anak serta memperkaya berbagai rumusan kebijakan dan program Pemerintah Indonesia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium.

Dalam kesempatan lain, Slamet menyatakan, untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, pemerintah memberi bantuan operasional kesehatan bagi puskesmas di Indonesia. Nilainya mulai Rp 50 juta hingga Rp 250 juta. Dana itu antara lain untuk menambah asupan gizi anak dan peningkatan fasilitas puskesmas.

Tingkatkan gizi

Ketua Persagi Minarto mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, pemerintah membuat Program 1.000 Hari Pertama Awal Kehidupan yang dihitung sejak bayi dalam kandungan. Dalam program ini, pemerintah melalui posyandu memberi makanan tambahan bagi balita. Pengetahuan tentang gizi dan pengaruhnya terhadap kesehatan dan kecerdasan anak terus disosialisasikan.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, jaringan fasilitas kesehatan primer mulai dibangun agar masyarakat pelosok makin mudah mengakses sarana kesehatan. Pola hidup sehat dikampanyekan dan dibiasakan, termasuk tidak merokok.

Gerakan pemenuhan gizi dan pola hidup sehat diharapkan efektif menekan angka kurang gizi dan tubuh pendek pada anak-anak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com