KOMPAS.com - Dua dokter spesialis ortopedi asal Malaysia, yang datang dan berpraktik di sebuah rumah sakit swasta di BSD, Tangerang Selatan menuai protes dari kalangan dokter. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan sikap tegas menolak keberadaan dokter asing yang berpraktik tak sesuai aturan bahkan melanggar Undang-Undang ini.
Mengatasnamakan transfer ilmu, kedua dokter spesialis ini diundang datang ke Indonesia, dan memberikan tindakan kepada pasien. Padahal, semestinya jika ingin transfer ilmu, dokter asing harus melewati serangkaian prosedur yang kompleks dan butuh pendampingan dari dokter ahli di Indonesia. Dokter asing juga tidak semestinya melakukan tindakan medis ke pasien secara langsung.
"Orang Indonesia kalau ke Malaysia selalu cari dua dokter ini. Mereka dokter spesialis ortopedi dan berpraktik di rumah sakit swasta di Tangerang Selatan," ungkap dokter spesialis THT di RSUD Kabupaten Tangerang, dr Hendrarto, SpTHT yang juga Ketua IDI Wilayah Banten saat jumpa pers pernyataan sikap Pengurus Besar IDI di kantor Pusat PB IDI, Menteng, Jakarta, Kamis (3/10/2013).
Hendrarto yang menjabat sebagai Ketua Satuan Pengawasan Internal RSUD Kabupaten Tangerang, mengatakan keberadaan dokter asing ini terkait dengan kepentingan kompetisi rumah sakit swasta.
"Dari laporan teman-teman dokter di rumah sakit swasta, dua dokter asing ini menangani pasien dan melakukan tindakan," ungkapnya.
Ia menambahkan, "Dokter asing yang pernah datang juga ada yang berasal dari Jepang dan Korea, mereka datang dan pergi. Rata-rata mereka tinggal 2-3 hari."
Menurut Hendrarto, saat dokter asing masih 'berpraktik' di RS swasta, dinas kesehatan setempat semestinya memberikan peringatan. Apalagi jika mereka mengatasnamakan alih teknologi.
"Alasan alih teknologi tidak bisa dipertanggungjawabkan. Siapa yang akan bertanggung jawab atas tindakan dokter asing itu? Kami tidak alergi dengan alih teknologi, tapi pastikan manfaatnya maksimal. Jika pun alih teknologi, harusnya kumpulkan dokter spesialis bukan melakukan tindakan sendiri. Lagipula saat ini tidak ada sarana alih teknologi di Tangerang Selatan," terangnya.
Alasan transfer ilmu di balik praktik "ilegal" dokter asing ini, juga dinilai IDI Banten tidak memberikan manfaat. Pasalnya, apa yang mereka perkenalkan selama berada di Tangerang Selatan, sudah pernah dilakukan para dokter setempat.
Penertiban dokter asing
Menyikapi maraknya kasus dokter asing seperti yang terjadi di Tangerang Selatan, PB IDI menyatakan akan membentuk Satgas Penertiban Praktek Kedokteran Dokter Asing atau SP2KDA.
Sekretaris Jenderal IDI, dr Daeng M Faqih, MH menjelaskan, pihaknya akan menggandeng pihak terkait terutama Kepolisian untuk membentuk satgas. Selain juga mengadvokasi anggota baik secara persuasif, mediasi, dan hukum dengan tujuan mengembalikan hak-haknya. Tindakan IDI, kata Daeng, sekaligus juga menjadi pelajaran bahwa siapa pun harus berpegang teguh pada aturan.
"Ini ironi, masalah dokter asing aturannya jelas, undang-undangnya jelas. Keberadaan dokter asing merupakan pelanggaran undang-undang berkaitan dengan pidana," ungkapnya.
IDI tak main-main menanggapi kasus keberadaan dokter asing ini. Ketua Umum IDI, dr Zaenal Abidin, MH mengatakan, IDI bersama IDI wilayah akan menggandeng Kementerian Kesehatan, Kepolisian, Kementerian Tenaga Kerja untuk menyelesaikan masalah ini.
"Ini masalah kedaulatan negara, awalnya memang terjadi di rumah sakit. Kedaulatan rumah sakit, ini yang dipersoalkan. Orang asing telah melecehkan undang-undang kesehatan, undang-undang rumah sakit, undang-undang praktik kedokteran yang ditandatangani presiden dan DPR," terangnya.