Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/10/2013, 13:05 WIB
Wardah Fazriyati

Penulis


KOMPAS.com
- Penderita stroke berpeluang untuk pulih optimal secara fungsional 50 persen jika mendapatkan penangangan tepat dan cepat. Saat muncul gejala seperti wajah tampak asimetris, lengan tak bisa diangkat, bicara cadel/pelo, penderita stroke sebaiknya tertangani dengan baik kurang dari 3-4,5 jam pertama untuk menyelamatkan otak.

Hanya saja, realitasnya, penderita stroke tidak banyak yang tertangani dengan baik. Dengan kata lain, penderita stroke tidak tertangani pada periode kritis 3-4,5 jam pertama setelah muncul gejala. Meski masih ada harapan melalui terapi atau neurointervensi (apabila terjadi penyumbatan), penanganan di luar periode kritis ini memberikan dampak yang tak sama ketika penderita tertangani lebih cepat.

Menurut dokter spesialis saraf, dr Herianto Tjandra, SpS dari Eka Hospital BSD, berbagai faktor dapat menghambat penanganan lebih dini pasien stroke. Mulai dari minimnya pengetahuan masyarakat tentang stroke, kurang kewaspadaan dari orang-orang di sekitar lingkungan penderita stroke, bahkan mitos.

Ia mengatakan di Amerika Serikat yang notabene penduduknya berpendidikan tinggi, mitos tentang stroke masih banyak berkembang. Mitos ini juga lah yang menghambat penanganan lebih dini terhadap penderita strike.

Mitos tersebut di antaranya stroke hanya terjadi pada orang tua, jadi kalau ada orang dewasa yang mengalami gejala stroke ringan seperti wajah asimetris, ini kerap diabaikan. Mitos lainnya, stroke dianggap sebagai nasib jadi sikap menerima dan menganggap tidak ada yang bisa dilakukan, memperburuk kondisi si penderita.

Di Indonesia, lanjut Heri, mitos semacam ini juga banyak berkembang. Seperti jika tiba-tiba mengalami lumpuh orang menganggapnya sebagai angin duduk. Langkah awal yang mereka lakukan adalah dengan kerokan, disembur, atau upaya tusuk jarum untuk mengeluarkan darah kotor.

"Banyak pasien yang datang ke rumah sakit dengan kondisi sudah berdarah. Stroke pun terlambat tertangani. Stroke tidak lagi bisa dianggap sebagai nasib yang tak bisa diubah, karena sebenarnya stroke bisa dicegah," ungkapnya di sela peluncuran stroke center di BSD, Tangerang Selatan beberapa waktu lalu.

Menurut Heri, dengan deteksi dini dan tata laksana stroke ideal, penyelamatan otak bisa dilakukan di periode kritis. Respons yang baik dari lingkungan juga punya peran penting.

"Orang yang terkena stroke biasanya tidak merasa stroke. Bisa jadi gejala muncul dari sehari sebelumnya, namun banyak orang berusaha menyangkal. Penderita stroke sangat bergantung orang di sekelilingnya. Karena yang bisa mengenali orang-orang di lingkungannya," ujarnya.

Heri menerangkan langkah awal krusial dalam menangani stroke. Utamanya di rumah atau pada tahapan prehospital. Jangan sampai ketika masuk rumah sakit atau UGD, penderita stroke mengalami stroke akut.

"Di rumah, jika menemukan tanda stroke, baringkan penderita dalam posisi rileks supaya pernapasan normal. Jika memungkinkan cari rumah sakit yang stroke ready. Karena dalam menangani stroke, hambatan kedua setelah kurangnya kesadaran di rumah, adalah saat penderita berada di rumah sakit. Bagaimana stroke management di rumah sakit juga memengaruhi penanganan stroke yang baik," ungkapnya.

Jadi, tahapan awal diawali dengan deteksi dini di rumah, sebaiknya jangan menyelepekan tanda-tanda awal stroke. Kemudian jika menemukan tanda ini, bawa segera ke UGD atau rumah sakit dengan penanganan cepat terpadu. Biasanya penderita akan mendapati layanan Ct Scan. Jika ditemukan ada penyumbatan, tahapan berikutnya adalah pemeriksaan MRI. selanjutnya pasien menjalani terapi obat melalui pembuluh darah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com