Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sebabnya Lemak di (dalam) Perut Itu Berbahaya

Kompas.com - 14/01/2014, 15:29 WIB
Dr. Irsyal Rusad. Sp.PD

Penulis

Sumber Kompasiana


“Sudah agak kecil kan dokter, perut saya?” Kata seorang pasien waktu saya memeriksanya.

Kecil memang,kalau lagi tidur begini, coba lihat lagi duduk atau berdiri di depan kaca”, seloroh saya.

Ya, dokter, masih seperti dulu, waktu dia duduk dan melihat perutnya yang kelihatan menonjol, dan waktu saya bercermin, perut ini bahkan kelihatan lebih besar lagi dokter”, ungkap pasien.

Saya takut seperti Ibu saya yang menderita diabetes.  Sebelum beliau diberitahu menderita itu, perutnya juga besar sekali, kami kira hamil, dan beliau akhirnya meninggal karena kanker payudara, apa ada hubungannya dokter”, cerita pasien dengan nada bertanya

Ya, memang ada hubungannya, tidak hanya dengan diabetes melitus, kanker payudara, tetapi juga dengan penyakit lain, seperti  hipertensi, penyakit kardiovaskuler, rematik, asma, bahkan kesuburan, penyakit pikun dan lain-lain”, jawab saya sedikit berusaha mengerang kan kepada pasien yang kelihatan cerdas ini.

Banyak pertanyaan yang diajukan oleh pasien ini tentang perutnya yang buncit itu, termasuk ukuran perut yang normal itu berapa, apa penyebabnya, lemak yang mana yang berbahaya dan mengapa sampai bisa seperti itu.

Seperti diketahui, sekitar 90 persen lemak tubuh kita terdapat di bawah kulit, sisanya ada di dalam rongga perut, terletak diantara organ dalam perut sehingga dikenal dengan lemak intra abdomen.

Lemak yang ada di panggul, yang membuat seseorang wanita katanya bisa kelihatan lebih seksi, bahenol, dan di paha, dan juga di dinding perut  yang kelihatan seperti lipatan pada mereka yang gemuk adalah contoh lemak di bawah kulit, yang mudah diketahui ketebalannya dengan hanya mencubitnya. Lemak dalam rongga perut, tidak bisa diperiksa seperti memeriksa lemak di bawah kulit, tetapi bisa diperkirakan dengan melihat besarnya perut seseorang. Perut yang semakin menonjol, ukuran pinggang yang semakin bertambah, apalagi dengan semakin meningkatnya umur seseorang, pada perempuan lebih kelihatan setelah menopause, adalah sebagai tanda tumpukan lemak yang semakin banyak, kemudian mendesak dinding perut dari dalam.

Ukuran lingkar perut yang dianggap masih normal untuk orang Asia, termasuk Indonesia adalah 80 cm untuk wanita dan 95 cm untuk pria. Walaupun berat badan anda dalam batas normal,  kalau lingkaran perut anda lebih besar dari ini, maka risiko anda menderita penyakit yang menjadi pembunuh kita sekarang juga meningkat.

Kemudian, sesuai dengan pertanyaan pasien di atas, “apa penyebabnya, bagaimana lemak dalam perut itu sampai berbahaya?”

Banyak penyebab penumpukan lemak dalam perut, prinsipnya adalah, di samping faktor genetik, usia, jenis kelamin, kalori yang kita konsumsi melebihi kebutuhan kita. Perubahan gaya hidup, gaya hidup santai, aktivitas kurang, pola makan yang tidak sehat, tinggi kalori, stres kronis adalah penyebab utamanya.

Banyak duduk di depan TV, di belakang stir, di depan komputer, tidak ada waktu untuk berolahraga, bangga dengan makan ala kebarat-baratan, seperti hamburger, donut, pizza, kentang goreng, ayam crispy, dan sebagainya adalah contoh gaya hidup dan pola makan yang membuat perut kita sekarang  semakin buncit.

Lalu, mengapa lemak yang hanya 10 persen dari total lemak di seluruh tubuh kita yang ada dalam rongga perut itu berbahaya, dapat menjadi biang kerok beberapa penyakit yang mematikan? dibandingkan lemak di bawah kulit yang relatif aman?

Ternyata, menurut penelitian, lemak tidak hanya berfungsi sebagai cadangan tenaga yang suatu ketika siap digunakan, tetapi lemak dalam rongga perut ini secara biologis sangat aktif. Lemak ini berperan sebagi kelenjar endokrin yang menghasikan hormon dan substansi kimiawi yang dapat mempengaruhi jaringan lain, menyebabkan gangguan keseimbangan hormonal, gangguan metabolisme, peradangan, insulin resisten, dan gangguan imunitas.

Komponen peradangan cytokines, precursor angiotensin– menyebabkan pembuluh darah arteri mengalami penyempitan– yang dihasilkan oleh lemak yang bersembunyi di balik dinding perut ini meningkatkan resiko penyakit jantung dan hipertensi

Disamping itu, lemak dalam rongga perut ini— Saya lihat masih ada yang bangga dengan perutnya yang begitu– melepaskan asam lemak bebas dan komponen peradangan lain  secara langsung pada vena porta ( pembuluh darah yang membawa darah dari perut bagian bawah ke hati, pankreas, dan organ lain), masuk ke dalam hati.  Asam lemak bebas ini menyebabkan produksi kolesterol jahat (LDL) oleh hati  meningkat dan kolesterol baik (HDL) menurun, dan gula darah  yang juga meningkat. Adiponectin, suatu hormon yang ikut mengatur metabolisme lipid dan gula, produksinya menurun dengan semakin bertambahnya timbunan lemak di rongga perut, sehingga meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus.

Dan, lemak yang menumpuk dalam rongga perut juga sering menyebabkan  gangguan tidur, sleep apnea, ngorok dengan nafas berhenti secara periodik. Melalui bermacam mekanisme seperti stress hipoksia, peningkatan hormon kortisol, hipoksia jaringan, sleep apnea dapat menyebabkan resistensi insulin, gangguan fungsi sel beta pankreas yang memperoduksi insulin, dislipidemi dan akhirnya peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler dan diabetes.

Jadi, lemak yang menumpuk di (dalam) rongga perut, tidak hanya sekedar membuat perut  buncit, tetapi juga menjadi ancaman serius penyakit kronis yang mematikan. Karena itu, jangan biarkan lemak-lemak itu tetap bercokol di sana, buanglah!

Indragiri hilir, 9-1-2014

@irsyal_dokter

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com