KOMPAS.com - Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang dengan mudah dapat menjangkiti siapa pun. Proses tersebut juga berlangsung secara terus-menerus. Namun mata rantai penularan TB sebenarnya dapat diputus, yaitu dengan mengetahui cara penularannya dan menghindarinya.
Untuk meningkatkan kesadaran akan penularan penyakit tersebut, Community Empowerment of People Against Tuberculosi-Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (CEPAT-LKNU) mempertunjukkan sebuah karya seni dengan menyusun 5.000 keping blok persegi panjang yang memiliki makna seputar penularan TB. Karya seni yang dilakukan di atas area seluas 90 meter tersebut dilakukan juga dalam rangka Hari TB Sedunia yang jatuh Senin, 24 Maret 2014.
Kepingan blok persegi yang disusun membentuk tiga makna yang berbeda. Pertama adalah “spiral” yang berarti penyebaran. Ini melambangkan proses penyebaran bakteri TB yang dengan mudah dapat menjangkiti siapa pun. Proses ini akan berlangsung terus-menerus.
Bentuk kedua adalah “paru-paru”. Cairan tubuh yang membawa bakteri hanyalah yang berasal dari paru-paru penderita. Air liur, air mata, nafas, tidak menyebabkan orang lain tertular.
Bentuk ketiga adalah “batuk”. Batuk berkelanjutan adalah salah satu sindrom yang menunjukkan bahwa seseorang mungkin saja mengidap TB. Batuk juga merupakan metode penyebaran yang paling umum terjadi.
Blok terkecil yang menjadi pemicu efek berantai hanya setinggi 2,5 cm. Sebuah simbolisasi bahwa sebuah penyebaran besar (blok terbesar berukuran tinggi 4m) bisa saja ditimbulkan oleh hal yang kecil atau sederhana. Tapi sayangnya hal sederhana tersebut sering dianggap sebelah mata oleh pengidap sampai akhirnya ketika sadar, seringkali semua sudah terlambat.
Penyusunan karya seni tersebut sendiri memakan waktu 20 jam, dikerjakan oleh 12 tenaga sukarela yang mayoritas terdiri dari mahasiswa. Di bagian akhir karya seni ini balok kayu mulai bereskalasi menjadi makin besar. Uniknya, balok terbesar tidak roboh layaknya balok-balok lainnya.
Balok terakhir akan bertahan berdiri karena ditahan oleh “masyarakat”. Ini merupakan simbolisasi dari kehendak bersama dari setiap stakeholder kesehatan masyarakat untuk menghentikan penyebaran TB.
Meskipun prevalensinya menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, jumlah penderita penyakit tuberkulosis (TB) di Indonesia masih terbilang tinggi. Bahkan, saat ini jumlah penderita TB di Indonesia menempati peringkat empat terbanyak di seluruh dunia.
"Indonesia peringkat empat terbanyak untuk penderita TB setelah China, India, dan Afrika Selatan. Tapi, itu karena sesuai dengan jumlah penduduknya yang juga banyak," kata Direktur Jenderal Pengawasan Penyakit dan Pengelolaan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI Tjandra Yoga Aditama beberapa waktu lalu di Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.