Selain mengalami kejang, Larisa juga terlahir tuli dan separuh buta. Bocah kecil ini juga menderita epilepsi dan cerebral palsy. Sejak ia berusia dua hari, ia selalu mengalami kejang yang tidak terkontrol, bahkan ada kejang yang terus berlangsung sampai satu jam.
Dokter sudah mencoba berbagai hal untuk mengendalikan kejangnya. Akibat kejangnya tersebut otak Larisa bisa tidak berkembang sehingga dokter menawarkan untuk melakukan operasi otak.
Putus asa dengan berbagai macam pengobatan medis yang tak membuahkan hasil, orangtua Larisa, Jaylene Siery dan Peter Rule mencoba terapi pemberian ganja.
Mereka mengetahui terapi tersebut dari internet. Ada seorang pria yang sengaja menanam ganja untuk pengobatan dan ia membagikannya secara gratis pada orang yang miskin.
"Orang mengecap saya sebagai ibu yang buruk karena memberikan narkoba pada anak. Tetapi banyak orang tidak sadar bahwa obat yang diberikan dokter juga berasal dari opium. Saya hanya mencoba yang terbaik untuk anak saya," kata Siery.
Larisa yang dilahirkan di Australia menderita diabetes dan terlilit tali pusat. Menurut Siery, hal itu membuat bayinya kesulitan makan dan mengalami gula darah rendah yang memicu kejang.
Setelah diberikan ganja cair dalam dosis 250 ml, menurut Siery kejang yang dialami bayinya berkurang menjadi hanya sekitar 5 kali dalam sehari. Ganja cair tersebut dibuat dari bunga ganja, daun, dan batang yang direndam dalam ethyl alkohol.
Semua ganja cair tersebut ia dapatkan secara cuma-cuma. Sayangnya, "pengobatan" tersebut tergolong ilegal. Pria yang memasok ganja tersebut kini sudah ditangkap polisi sehingga Larisa terancam tidak lagi mendapatkan ganja cair.
Penggunaan cannabidiol murni (zat aktif dari tanaman ganja) untuk gangguan saraf memang masih kontroversial. Cannabidiol (CBD) memang memiliki manfaat obat dan tidak menyebabkan rasa "high" seperti pada narkoba.
Penelitian menunjukkan CBD menenangkan arus listrik yang berlebihan dan aktivitas kimia di otak yang memicu kejang. Ganja juga sudah dipakai untuk mengobati orang yang mengalami nyeri saraf, stres pascatrauma, dan mengatasi rasa mual muntah pada pasien kanker yang dikemoterapi.
Akan tetapi, penelitian menunjukkan efek samping dari pengobatan tersebut pada pasien epilepsi. Yakni kecemasan, ketagihan, dan juga gangguan jiwa schizophrenia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.