Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/08/2014, 16:05 WIB

KOMPAS.com — Dunia sedang menghadapi epidemi obesitas. Namun, jika Anda menganggap karena masih muda dan fit maka Anda akan terhindar dari kegemukan, pikir lagi. Pola makan tinggi lemak, stres, dan kurang bergerak membuat banyak orang menderita obesitas.

Secara ilmiah, kegemukan terjadi jika asupan kalori lebih banyak dari yang bisa dibakar tubuh. Namun, lebih dari itu, para ahli menyebutkan ada beberapa faktor utama penyebab obesitas.

- Ketidakseimbangan kalori
Menurut Dr George Bray, pakar ternama bidang obesitas, tak ada alasan tersembunyi dari obesitas. Banyak orang makan secara berlebihan karena rasanya lezat.

Bray merupakan pakar yang memperkenalkan teori "kalori masuk, kalori keluar". Kondisi tersebut tentu akan membuat berat badan bertambah. Selain dari makanan, menurut dia, kalori dari minuman lebih berbahaya karena mengandung fruktosa atau gula buah karena tubuh dengan mudah mengubahnya menjadi lemak.

Kalori cair juga berdampak lebih buruk dibanding makanan padat karena masuk dengan gampang ke dalam perut. Akumulasi kalori yang tidak terbakar ini akan menjadi lemak sehingga Anda dengan mudah menjadi gemuk meski sudah pantang berbagai makanan.

- Gula
Ada yang kurang dari teori "kalori masuk dan kalori keluar", demikian menurut Gary Taubes, seorang jurnalis sains. Menurut dia, obesitas terjadi karena pola makan kita lebih banyak karbohidrat.

Mengonsumsi terlalu banyak gula akan memicu hormon insulin yang akan memicu rasa lapar dan kalori tersebut akan disimpan sebagai lemak.

- Produksi makanan berlebihan
Dibandingkan dengan era tahun 1970-an, saat ini kita dengan mudah mendapatkan makanan. Dalam penelitian yang dilakukan di AS diketahui, saat ini makanan yang diproduksi untuk setiap orang mengandung 750 kalori lebih banyak. Mereka yang kegemukan adalah yang mengonsumsi kalori berlebih ini.

- Makanan sebabkan kecanduan
Menurut teori Dr David Kessler, dokter dan mantan komisioner FDA, ada alasan mengapa orang makan terlalu banyak. Salah satu risetnya adalah mengumpulkan bungkus makanan yang dibuang di sebuah lapangan parkir Cile.

"Kita sedang mengumpulkan lemak, gula, dan garam, menyusunnya, lalu memasukkannya di makanan kita. Makanan seperti ini ada di mana-mana, dapat dimakan siapa pun, dan diiklankan. Kita tinggal di sebuah karnival makanan," ujar Kessler.

Ia meyakini bahwa industri makanan menciptakan makanan yang sangat kaya rasa sehingga "membajak" bagian otak kita yang mengatakan makanan itu enak. Kemudian membuat kita mau lagi dan lagi sehingga akhirnya kita makan terlalu banyak.

- Racun
Bruce Blumberg, pakar biologi sedang meneliti obesogen. Zat ini hadir dalam makanan, bungkus makanan dan minuman, perlengkapan mandi, furnitur, cat, dan ratusan perabot rumah tangga yang memengaruhi hormon tubuh kita dan meningkatkan berat badan.

Blumberg sendiri belum tahu seberapa besar pengaruh obesogen terhadap obesitas. Namun, studi terdahulunya menunjukkan bahwa toksin juga berperan dalam menyebabkan obesitas. Blumberg mendapati bahwa tikus yang diberikan tributilin (TBT) menggemuk setelah makan makanan tanpa TBT atau zat yang terdapat dalam vinyl, cat, popok, serta bulir kayu.

Memang belum ada penelitian manusia terhadap TBT, tetapi ada dua obat diabetes yang bersifat sama seperti TBT. Kedua obat ini mengandung gen untuk menyimpan lemak dan menyebabkan kenaikan berat badan.

Bukan hanya TBT, zat kimia dalam parfum, pelembab, beberapa peralatan mandi, teflon, popcorn instan, dan yang paling jahat bisfenol-A (BPA) juga ambil bagian. (Kevin Sanly Putera)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau