”Kalau baru sembuh, kerap sakit di dada, atau kena hipertensi, misalnya, lebih baik jangan berlari dulu,” kata Nyoman yang juga dokter spesialis kedokteran olahraga. Kemampuan lari awal seseorang umumnya 60 persen dari denyut nadi maksimal. Cara mengukur denyut maksimal adalah 220 dikurangi usia. Kemampuan itu bisa ditingkatkan, tetapi butuh waktu bertahap.
Waktu lari
Menurut Nyoman, tak ada pengaruh khusus terkait waktu lari, baik pagi atau malam. Sebab, lari malam justru jadi kompensasi bagi mereka yang sulit menemukan waktu berlari pagi.
”Yang penting bagaimana si pelari itu menyiasati situasi. Kalau malam berebut oksigen dengan pepohonan, mereka bisa cari area yang tak banyak tanaman,” kata Nyoman. Hal terpenting adalah mencari aktivitas yang membuat badan bergerak.
Orang yang berolahraga lari disarankan tak terburu-buru saat berlari atau tergesa-gesa memperbaiki catatan waktu. Jika terburu-buru menambah catatan waktu, hal itu berisiko menimbulkan cedera dan mengurangi kenikmatan berlari.
Dalam memoarnya, What I Talk about When I Talk about Running (Yang Saya Bicarakan Saat Berbicara tentang Lari), novelis Jepang Haruki Murakami yang menekuni olahraga lari mengatakan, setiap pelari biasa (non-atlet) termotivasi oleh tujuan individual.
Bahkan, saat gagal mencapai waktu terbaik, selama ia puas dengan dirinya sendiri—merasa menemukan sesuatu yang baru dalam dirinya—itu menjadi pencapaian tersendiri dan bekal saat ia akan kembali berlari. (A01)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.