Kebanyakan pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan keluhan ini sebenarnya tidak mengalami gangguan jantung yang serius.
Data mengatakan bawah 50-90% pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada didiagnosis dengan nyeri dada yang tidak melibatkan jantung. Lebih dari setengah pasien ini akan terus mengatakan adanya nyeri setelah pulang perawatan dan tetap khawatir akan adanya penyakit jantung yang serius.
Kondisi ini secara langsung meningkatkan angka kebutuhan perawatan, pemeriksaan dan terapi terutama di unit gawat darurat.
Jika melihat hasil data penelitian yang disampaikan, sejak tahun 1993, 2003, 2008 sampai dengan 2011 maka terjadi peningkatan kasus gangguan panik di unit gawat darurat dari hanya sekitar 18% lalu menjadi 22%, 36% dan akhirnya 44%. Ini menandakan semakin tahun kondisi ini semakin banyak dialami oleh masyarakat di tempat penelitian ini diadakan. Sayangnya di Indonesia data seperti ini tidak ditemukan.
Peran Dokter
Pasien datang dengan keluhan di daerah dada tentunya kebanyakan akan berpikir jantungnya bermasalah. Apalagi jika dengan kondisi nyeri dan berdebar-debar.
Walaupun pada banyak pendapat anekdot ahli yang mengatakan kalau jantungnya berdebar kencang artinya jantungnya sangat sehat, tetapi hal ini tidak bisa menentramkan pasien. Beberapa kasus serangan panik dari pengalaman pasien sering kali didiagnosis dengan gangguan lambung saat keluar dari unit gawat darurat.
Penelitian yang ditampilkan kemarin ini lebih mengedepankan seberapa banyak gangguan panik didiagnosis oleh dokter di unit gawat darurat pada pasien-pasien yang datang dengan nyeri dada.
Penelitian dengan design retrospective consecutive cohort dari Januari 2013 sampai April 2013. Pasien yang diambil adalah pasien yang mengalami nyeri dada dan jantung berdebar dan datang ke unit gawat darurat di Rumah Sakit Pendidikan di Amsterdam, Belanda. Hasil akhir penelitian ini dianalisis oleh peneliti independen.
Hasilnya dari 530 pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada dan berdebar-debar, 367 (69%) di antaranya mengalami keluhan-keluhan nyeri dada yang tidak berkaitan dengan jantung. Hanya 24 pasien (7%) yang mengalami masalah psikososial yang nyata berkaitan dengan keluhannya tersebut. Dua pasien di antaranya mengunjungi unit gawat darurat berulang lebih dari 50 kali.
Penelitian ini menemukan bahwa dokter di unit gawat darurat ketika menemukan adanya keluhan jantung berdebar dan nyeri dada yang tidak berkaitan dengan masalah jantung tidak langsung terpikir adanya masalah dengan gangguan panik. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan metode yang sama.
Penelitian ini juga mengisyaratkan bahwa pelatihan para dokter unit gawat darurat tentang deteksi gangguan panik dan gejalanya di unit gawat darurat harus diadakan dan kemampuannya ditingkatkan. Hal ini karena ketidakmampuan mendiagnosis masalah gangguan panik ini bisa mengarah ke penggunaan pelayanan kesehatan yang tinggi.
Jika melihat hasil tersebut, saya mengatakan bahwa apa yang terjadi di Indonesia juga tidak jauh berbeda. Gangguan panik sering tidak menjadi diagnosis ketika pasien datang dengan keluhan debar-debar dan nyeri dada. Kebanyakan kasus seperti ini akan keluar dengan diagnosis gangguan lambung termasuk yang sekarang sedang banyak adalah GERD atau Gastro intestinal reflux disorder.
Semoga laporan ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa.
Regards,
Dr.Andri,SpKJ,FAPM
Psychiatrist, Fellow of Academy of Psychosomatic Medicine