”LISTERIA monocytogenes” yang mencemari apel jenis Gala dan Granny Smith di Amerika Serikat, telah menewaskan tujuh orang. Bakteri itu ada bebas di lingkungan sekitar kita. Dua jenis apel itu beredar di Tanah Air. Meski tak muncul kasus penyakit akibat Listeria di Indonesia, kewaspadaan tetap diperlukan.
Menurut laporan Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC), Sabtu (10/1), ada 32 orang dari 11 negara bagian terinfeksi Listeria monocytogenes. Sebanyak 31 pasien dirawat di rumah sakit dan ada 7 kasus kematian. Dari 28 orang yang sakit diwawancarai, 25 orang atau 89 persen di antaranya mengaku makan apel karamel komersial sebelum sakit.
Di AS, Listeria monocytogenes kerap menyebabkan penyakit. CDC mencatat, diperkirakan ada 1.600 kasus dan 260 kematian terkait infeksi Listeria monocytogenes tiap tahun di AS. Pada 2013, angka kejadian infeksi Listeria di AS rata-rata 0,26 kasus per 100.000 orang.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, M Subuh, menjelaskan, bakteri L monocytogenes menyebabkan penyakit listeriosis. Infeksi serius bisa terjadi pada bayi, anak-anak, orang lanjut usia, dan mereka dengan kekebalan tubuh lemah.
Gejala umum yang ditunjukkan penyakit itu adalah demam, nyeri otot, disertai mual ataupun diare. Jika infeksi menyebar ke sistem saraf pusat, gejala bisa meliputi sakit kepala, kaku pada leher, bingung, kehilangan keseimbangan, dan kadang kejang. Bakteri Listeria yang menyerang sistem saraf pusat bisa menyebabkan meningitis atau infeksi otak.
Pada perempuan hamil, infeksi L monocytogenes memunculkan gejala seperti flu ringan. Infeksi selama kehamilan bisa mengakibatkan keguguran, infeksi pada bayi baru lahir, ataupun bayi lahir mati. Listeriosis bisa muncul kapan saja, 3-70 hari pasca infeksi bakteri itu, biasanya setelah 21 hari.
Orang sehat juga bisa terinfeksi Listeria dengan gejala yang muncul seperti demam tinggi, sakit kepala parah, pegal, mual, sakit perut, dan diare. ”Kematian akibat infeksi Listeria 20-30 persen. Tingkat kematian akibat bakteri itu pada bayi baru lahir 25-50 persen,” kata Subuh.
Peneliti senior bidang mikrobiologi di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Puspita Lisdiyanti, Sabtu (31/1), mengatakan, di Amerika, Kanada, dan Eropa, kasus infeksi bakteri Listeria terjadi hampir tiap tahun sejak 1955. Di Jepang, pernah satu kali wabah Listeria berasal dari ikan tuna.
Racun
Listeria monocytogenes menghasilkan eksotoksinβ-haemolysin, racun yang bisa menghancurkan sel darah merah. ”Ini penyebab kematian pada penderita listeriosis,” ucap Puspita.
Bakteri itu berbentuk batang dengan lebar 0,4-0,5 mikrometer dan panjang 0,5-2 mikrometer. Ia termasuk bakteri Gram positif, bisa hidup dengan atau tanpa udara (fakultatif anaerob), dan memiliki alat gerak (motile). Di antara spesies Listeria, L monocytogenes adalah satu-satunya yang dapat menyebabkan keracunan makanan.
L monocytogenes bisa ditemukan pada tanaman, buah-buahan, tanah, limbah, feses (kotoran), susu, dan daging. Bakteri itu juga bisa ada pada makanan seperti hot dog, susu tanpa pasteurisasi, dan produk olahan susu, serta daging mentah atau belum matang setelah dimasak.
Bahkan, menurut Subuh, sejumlah riset menunjukkan 1-10 persen manusia mungkin memiliki L monocytogenes di dalam ususnya. Bakteri itu juga ditemukan pada 37 spesies mamalia, baik satwa piaraan maupun hewan liar, dan pada 17 spesies burung, serta beberapa spesies ikan dan kerang.
Menurut Ratih Dewanti-Hariyadi, Ketua Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus peneliti pada Southeast Asian Food Agricultural Science and Technology Center, L monocytogenes amat mudah hidup di mana saja. Ia mampu hidup pada suhu -0,4 derajat celsius sampai 50 derajat celsius, tahan garam, dan bisa hidup dengan atau tanpa udara. Karena itu, ia bisa ditemukan di lemari pendingin atau makanan berkaleng, tempat sebagian besar bakteri lain tak bisa tumbuh. Maka, tak mengherankan jika kasus listeriosis di AS umumnya akibat kontaminasi L monocytogenes pada olahan daging dan susu.
Puspita memaparkan, L monocytogenes juga ada di Indonesia. Menurut riset Yoni Darmawan Sugiri dan tim pada publikasi ilmiah internasional Journal Food Protection, 1 Agustus 2014, bakteri itu terdeteksi pada 97,3 persen sampel karkas ayam dari pasar tradisional dan supermarket di Bandung.
Namun jumlahnya belum mencapai ambang batas yang menyebabkan penyakit. Dari riset itu, jumlah L monocytogenes pada sampel kurang dari 100 cfu/g (colony forming unit per gram), sedangkan jumlah bakteri penyebab penyakit pada orang dewasa 100 juta cfu/g.
Ratih menduga, kondisi itu karena L monocytogenes kalah bersaing dengan bakteri patogen lain di Indonesia. Bakteri itu pilih-pilih makanan karena bersifat Gram positif. ”Bakteri Gram positif, layaknya manusia, butuh zat gizi baik seperti karbohidrat dan protein,” ucapnya.
Sementara itu, bakteri Gram negatif seperti Salmonella typhimurium dan Escherichia coli tak mementingkan jenis makanan. Bakteri Gram negatif bisa makan segala macam sumber karbon, nitrogen, dan air termasuk senyawa sederhana. Maka, tak heran jika penyakit tifus akibat S thypimurium dan diare akibat E coli lebih umum di Indonesia dibandingkan listeriosis.
Ratih juga menilai L monocytogenes amat hebat. Ia bisa menghindari pembunuhan oleh sel imun, bahkan menyerang makrofag, sel darah putih pembersih tubuh dari partikel tak diinginkan atau sel mati.
Kehebatan lain, ia bersifat invasif. Bakteri itu bisa menembus dinding usus dan menyeberang masuk aliran darah. Jadi, bakteri itu bisa ikut aliran darah ke semua bagian tubuh. ”Janin dalam rahim paling rentan kena listeriosis karena L monocytogenes bisa masuk ke plasenta dan menuju janin,” kata Ratih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.