Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/02/2015, 12:20 WIB

KOMPAS.com - Popularitas rokok elektronik makin berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Embel-embel 'elektrik' sebenarnya tak mengurangi bahaya rokok jenis ini bagi kesehatan.

The New England Journal of Medicine baru-baru ini mempublikasikan bahwa rokok elektronik melepaskan formaldehida. Zat tersebut bisa menjadi penyebab kanker (karsinogen) ketika dipanaskan dengan baterai yang diatur pada tegangan tinggi.

Pada 28 Januari, Departemen Kesehatan Masyarakat California, AS, merilis sebuah laporan yang menyatakan rokok elektronik merupakan ancaman bagi kesehatan dan menyerukan regulasi terhadapnya.

Apa saja isinya?

Sulit menjawab pertanyaan tentang apa saja isi dari rokok elektronik. Belum ada badan negara yang mengawasi industri rokok ini. Itu berarti, belum ada standar yang ditetapkan.

Label yang tertera pun tak menjabarkan bahan-bahannya secara akurat, bahkan satu merk akan berbeda dengan merk lainnya.

Hasil dari penelitian Food and Drug Administration (FDA) AS terhadap 18 rokok elektrik berbeda, menemukan adanya racun dan zat karsinogenik pada beberapa merk. Semua rokok elektronik umumnya dilabeli 'tanpa nikotin', walau nyatanya mengandung nikotin.

Cairan elektrik

Cairan yang juga dikenal dengan e-juice ini merupakan nama cairan yang dipanaskan dan dikonversi menjadi aerosol, lalu dihirup oleh para pengguna rokok elektrik.

Berikut adalah bahan yang paling umum:
1. Nikotin
Bahan adiktif dalam rokok elektrik dan rokok biasa ini menstimulasi sistem saraf pusat dan meningkatkan tekanan darah, pernapasan, serta detak jantung. "Orang-orang merokok karena nikotin," ujar peneliti sekaligus pakar tembakau dari Roswell Park Cancer Institute Buffalo, Maciej Goniewicz.

"Meskipun adiktif, sebenarnya nikotin tak menyebabkan kanker. Hal yang perlu lebih diperhatikan yakni zat lain yang ada di dalam cairannya," kata Goniewicz.

2. Perasa
Goniewicz juga menjelaskan, ada ratusan rasa pada cairan rokok elektik, seperti ceri, cheese cake, kayu manis, dan tembakau. Banyak zat perasa ini yang juga digunakan pada makanan.

"Ketika kita makan (zat perasa) aman, tetapi kita tidak tahu apa yang terjadi jika kita menghirupnya," terangnya.

Sulit untuk mendata semua bahan kimia perasa, namun salah satunya bernama 'diacetyl',  umum digunakan untuk menambah rasa pada popcorn. Zat tersebut dikaitkan dengan penyakit paru-paru yang mematikan jika dihirup.  Zat kimia lainnya yang menambah rasa seperti butter (mentega) juga berbahaya, jelas mantan anggota Komite Penasihat Ilmiah Produk Tembakau dari FDA, Neal Benowitz.

3. Propylene glycol (PG) adalah cairan buatan laboratorium yang dianggap aman dalam makanan, obat-obatan, dan kosmetik oleh FDA. PG juga digunakan dalam membuat asap atau kabut buatan untuk konser dan pertunjukan lainnya. Namun asapnya bisa mengiritasi paru-paru dan mata, serta berbahaya bagi orang-orang dengan penyakit paru-paru kronis, seperti asma dan emfisema.

4. Glyserin atau gliserol
Merupakan senyawa tak berbau dan tak berwarna, namun memiliki rasa sedikit manis. Seperti PG, FDA memandangnya aman. Senyawa ini ditemui di banyak produk, termasuk maknan dan obat-obatan, baik dalam resep mau pun yang dijual bebas.

Meskipun PG dan gliserol aman dalam makanan dan obat-obatan, efeknya bagi tubuh jika dihirup masih belum diketahui. "Kami tidak tahu apa yang terjadi jika seseorang menghirup zat kimia tersebut dalam jangka waktu lama. Benar-benar belum diketahui," kata Goniewicz.

Proses pemanasan

Zat kimia beracun terbentuk dari cairan elektrik yang dipanaskan untuk membentuk aerosol yang dihirup oleh pengguna rokok elektronik. Zat tersebut termasuk formaldehida (karsinogen), acetaldehyde (penyebab karsinogen), dan acrolein (terbentuk dari gliserol yang dipanaskan, dapat merusak paru-paru dan menyebabkan penyakit jantung pada perokok).

Ketiganya terlepas dalam jumlah yang terus meningkat seiring dengan peningkatan suhu cairan elektronik. Benowitz menambahkan, perokok bisa tergoda untuk makin meningkatkan suhunya.

"Sayangnya, semakin panas cairan itu, nikotin akan semakin banyak diperoleh. Orang yang ingin mendapat nikotin berdosis besar dapat menggunakan baterai tegangan baterai sangat tinggi atau baterai dengan tegangan yang bisa disesuaikan," katanya.

Goniewicz mengatakan bahwa zat perasa akan menutupi rasa tidak enak yang muncul ketika perokok memanaskan rokok elektriknya, hingga formaldehida terbentuk.

Partikel kecil dalam aerosol rokok elektronik bisa berbahaya. Benowitz mengungkapkan, ini jelas serupa dengan kasus asap rokok dan polusi udara lainnya yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah, peradangan, dan efek pada sistem saraf.

Aerosol dari rokok elektronik memiliki tingkat partikulat yang setara dengan rokok biasa. Namun, penelitian masih kurang cukup terhadap rokok elektronik untuk membuktikan kesimpulan tentang keamanan menghirup partikel yang terbentuk.

Logam beracun seperti timah, nikel, kadmium, timbal, dan merkuri pun telah ditemukan dalam aerosol rokok elektronik. Sebuah penelitian pada tahun 2013 membuktikan bahwa beberapa logam seperti nikel terjadi pada konsentrasi 2 hingga 100 kali lipat dari rokok.

Jadi, apakah rokok ini aman? "Itu semua relatif," ujar Benowitz. Menurutnya, berdasarkan penelitian yang ada saat ini, sebenarnya rokok elektronik lebih berbahaya dari rokok biasa.

Menurut Asosiasi Paru Amerika, rokok biasa menghasilkan sekitar 7000 zat kimia saat dibakar dan banyak diantaranya beracun. Sementara itu rokok elektronik tidak begitu berbahaya bagi perokok pasif.

Pengguna rokok elektronik menghembuskan sedikit apa yang mereka isap, terang Benowitz. Alat mereka tak memancarkan aerosol. Rokok, sebaliknya, mencemari udara dan paru-paru orang lain secara signifikan. (Purwandini Sakti Pratiwi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com