Rasa nyeri memiliki variasi yang berbeda tiap individu walau cedera atau penyakitnya sama. "Tingkat toleransi tiap orang memang berbeda-beda, ada yang baru sakit sedikit sudah kesakitan, tapi ada juga orang yang sudah cedera masih bisa ketawa-ketawa," kata dr.Jimmy F.A Barus, spesialis saraf dalam acara media edukasi bertajuk Ketahui dan Pahami Cara Penangangan Nyeri yang Tepat yang diadakan oleh Pfizer di Jakarta (2/7/15).
Jimmy menjelaskan, persepsi nyeri individu sangat subjektif, tergantung kondisi emosi, jenis kelamin, tingkat usia, dan pengalaman emosional sebelumnya. "Pria umumnya lebih tahan sakit dibandingkan perempuan," ujarnya.
Berdasarkan lamanya, nyeri bisa dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis atau nyeri yang sudah berlangsung lebih dari 3 bulan. "Nyeri kronis umumnya diderita wanita, misalnya saja migren, kesemutan, atau nyeri punggung. Sehingga ada dugaan nyeri ini dipengaruhi hormonal," katanya.
Nyeri sendiri termasuk dalam tanda vital adanya proses penyakit dalam tubuh. Selain nyeri, tanda vital lainnya adalah tekanan darah, frekuensi nadi dan napas, serta suhu tubuh.
Nyeri kronis seharusnya jangan diabaikan karena bisa memperburuk kualitas hidup pasien, menimbulkan gangguan tidur, kecemasan, depresi, serta ketergantungan pada obat.
"Kebiasaan minum obat pereda nyeri bisa menyebabkan toleransinya menurun sehingga yang tadinya hanya perlu minum satu tablet lama-lama perlu dua atau tiga tablet baru nyerinya reda," kata spesialis saraf dari Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya ini.
Jika rasa nyeri yang dirasakan, baik itu nyeri akut atau kronis, tidak bertambah baik gejalanya setelah mengonsumsi obat bebas 1-2 hari, sebaiknya konsultasikan ke dokter. Waspadai juga jika nyeri yang dirasakan disertai demam.
"Konsultasi untuk memastikan ada tidaknya penyakit yang lebih serius. Konsultasi dengan dokter belum tentu berobat karena penyakit nyeri pengobatannya individual, ada yang butuh obat, ada yang tidak," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.