Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbang ke Masa Lalu, Menghapus Residu Marah dan Sedih

Kompas.com - 04/03/2016, 06:00 WIB
Amir Sodikin

Penulis

Kompas.com - Perlahan tapi pasti, jalan menuju masa lalu itu terbuka. Tampak sebuah sumber cahaya yang makin lama makin terang.

Saya ikuti cahaya itu menuju ke sebuah masa. Terbang melayang ke tahun 1980an. Samar-samar, dari atas saya berada, terlihat di bawah sana seorang ayah berbicara kepada seorang anak Sekolah Dasar.

"Ayah, saya sudah dapat juara II di kelas. Katanya kalau tiga besar saya akan diberi hadiah sepeda," kata sang anak bangga sambil memberikan raport kepada sang ayah. Ayahnya menyambar raport itu dan membacanya sebentar.

"Mana buktinya kalau Juara II? Jangan bohong," sang ayah pun berlalu tak peduli rengekan sang anak. Betapa hancur hati sang anak tersebut.

Anak itu marah. Namun tak bisa mengungkapkannya. Marah yang terbendung, akibat ayahnya yang tak percaya anaknya juara kelas. Sang anak merasa tak pernah berbohong dan tak pernah ada orang di sekitarnya yang pernah menuduhnya bohong.

Kali ini, tuduhan berbohong itu justru datang dari ayahnya. Ditambah lagi, marah karena janji memberikan hadiah sepeda itu tak ditepati.

Anak kecil yang baru pertama kali mengenal emosi marah tersebut adalah saya. Dari atas angkasa, saya bisa melihat momen tragis itu begitu menyakitkan. Itulah emosi marah yang pertama kali pernah saya rasakan.

Dipandu seorang ahli microexpression yang juga psikolog kesehatan Monica Kumalasari, puluhan peserta program "wellness" diajak terbang ke masa lalu. Tujuannya untuk memaafkan dan melepaskan residu emosi negatif yang hingga kini masih terbawa.

KOMPAS.COM/AMIR SODIKIN Monica Kumalasari adalah pembaca microexpression berbasis sains yang mendapatkan lisensi dari Paul Ekman. Monica adalah satu dari tiga orang di Indonesia yang mendapatkan lisensi tersebut.

Monica Kumalasari adalah pembaca microexpression berbasis sains yang mendapatkan lisensi dari Paul Ekman. Monica adalah satu dari tiga orang di Indonesia yang mendapatkan lisensi bergengsi tersebut.

Pada Rabu (2/3/2016) lalu, Monica menjadi salah satu mentor dan motivator dari sebuah program "wellness" yang digelar di Jakarta. Program ini akan berlangsung selama 66 hari ke depan. Dipandu para ahli di bidangnya, puluhan peserta dipandu untuk meniti "hidup baru" yang lebih sehat.

"Wellness" adalah istilah lain dari pelatihan untuk hidup sehat. Meliputi proses aktif untuk menjadi sadar untuk membuat pilihan menjadi sehat dan lebih bermutu. Tak hanya sekadar menghilangkan penyakit, "wellness" juga peduli pada sebuah kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial ke arah yang lebih baik.

(Baca: Memulai "Wellness", Ramai-ramai Menolak Tua)

Monica yakin, ada enam cara yang bisa ditempuh untuk bisa merevolusi diri sendiri menuju hidup sehat. Keenam hal itu adalah adanya figur otoritas yang akan menjadi partner dalam program "wellness", perlunya imajinasi, hipnosis, emosi intens, repetisi, dan kondisi imprint.

Lalu mengapa seorang psikolog dihadirkan dalam program "wellness"? Monica berkeyakinan, salah satu hambatan seseorang untuk berubah adalah hambatan psikologis. Karena itu, hambatan psikologis itu harus diruntuhkan. Istilahnya, mental block harus ditendang jauh-jauh.

Selanjutnya: Membongkar hambatan mental

Membongkar hambatan mental

Banyak orang, termasuk saya, yang sejak awal sudah tak yakin mampu berubah. Bagi saya, seolah sudah terpatri, enggak mungkin bisa menguruskan badan. Minum air putih saja jadi daging. Ditambah lagi, malas dan kurangnya waktu jadi hambatan kesekian.

Untuk membongkar asal muasal berbagai hambatan mental itu, peserta program "wellness" perlu dibawa ke masa lalu untuk menghapus kemarahan, kesedihan, ketakutan, dan rasa bersalah. Dengan teknik yang mirip hipnoterapi, peserta diminta menentukan emosi yang paling intensif yang pertama kalinya dialami atau dirasakan.

Peserta dibawa ke sebuah mesin waktu yang bisa mengubah linimasa seseorang, entah linimasa sekarang, masa depan, maupun masa lalu. Kemarahan, kesedihan, ketakutan, dan rasa bersalah adalah benalu hati yang harus dirontokkan.

Jika keempat emosi intens yang paling dalam itu bisa dimaafkan, maka emosi intens lainnya yang lebih kecil skalanya dengan mudah bisa dihancurkan dan diabaikan.

Monica membawa kami berkomunikasi dengan masa lalu, bahkan saat kami masih dalam kandungan, atau bahkan lebih jauh lagi ke belakang. Saya termasuk tipe orang yang bandel dengan program seperti ini. Selalu saja ada penolakan dalam diri saya apakah saya bisa mengikuti tamasya ke masa lalu itu.

KOMPAS.COM/AMIR SODIKIN Para peserta programm "wellness" diminta untuk menuliskan hambatan apa saja yang ia hadapi saat ingin berubah. Selalu saja ada hambatan mental untuk bisa meniti jalan hidup sehat.
Peserta biasanya diminta memejamkan mata. Semua lampu dimatikan. Ruangan gelap. Suara musik mengalun syahdu. Terasa hening dalam larutan hipnoterapi yang kental.

Kemudian Monica membimbing kami untuk memasuki alam bawah sadar. Saat peserta sudah berada di masa lalu, peserta diinstruksikan untuk melupakan emosi negatif itu. "Ambil hikmahnya saja," kata Monica.

Jika kita bisa menghapus dan merontokkan emosi negatif di masa lalu, maka hambatan-hambatan mental untuk bisa mengikuti program "wellness" bisa dilibas lebih mudah. Fase ini sangat penting karena bisa menjadi pijakan awal untuk memulai hidup baru.

Mencoba semampunya

Saya coba semampunya untuk mengenang masa lalu. Mata sudah saya pejamkan dalam-dalam. Memang terasa damai ketika sudah berada di masa lalu. Saya ingat satu per satu kejadian masa lalu, namun tetap terasa aneh karena saya tak tahu apakah sudah memasuki alam bawah sadar atau belum.

Begitu terapi itu usai, semua peserta diminta membuka matanya kembali. Lampu kembali dinyalakan. Teman di sebelah saya tampak segar wajahnya.

Saya kagum, ternyata dia bisa larut menyusuri masa lalunya dan berhasil memasuki ruang bawah sadarnya, melupakan masa lalunya. Dia memang ahli ibadah, karena itu wajar saja jika dia dengan mudah bisa menyusuri alam bawah sadarnya. 

Dia mengatakan, sudah sampai di linimasa masa lalu. Namun saat ingin pulang ke masa kini, ia merasa tersesat dan tak tahu jalannya. Pengalaman itu mirip dengan kondisi saya. 

Saya pun menduga, pasti teman saya yang satu ini sedang mengalami guncangan jiwa hebat. Sebuah emosi sangat intens pasti telah ia alami di masa lalu.

Saya pun dengan sopan memberanikan diri untuk bertanya. "Tampaknya begitu berat, kenapa sampai tak tahu jalan pulang?" tanya saya. 

"Saya tertidur tadi," jawabnya.

------
Catatan: walaupun tampak sederhana, metode "terbang ke masa lalu" ini tak boleh dilakukan sendiri di rumah, harus didampingi oleh praktisi yang memang ahli di bidangnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com