Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/04/2016, 08:25 WIB
Lily Turangan

Penulis

KOMPAS.com - Mampu menempatkan pengalaman masa lalu ke dalam perspektif yang benar, tidak berarti Anda akan kebal dari perasaan terluka di masa sekarang. Jika Anda berada dekat dengan orang lain untuk waktu yang lama, ada kemungkinan Anda akan berakhir dengan terluka.

 

Di lain sisi, mungkin dalam diri Anda juga sudah ada luka lain yang membentuk pandangan dan pola pikir yang sekarang.

 

Campuran antara pengalaman masa lalu dengan apa yang terjadi sekarang, kerap malah memperburuk situasi.

 

Pelajari beberapa saran dari Dr. Gregory Jantz, psikolog dan pendiri A Place of HOPE, yang dapat Anda lakukan untuk menghadapi situasi baru yang menyakitkan dan menghindarkan Anda menerapkan cara-cara lama.

 

1. Sengaja atau salah paham?

Pikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Apakah itu disengaja? Apakah itu salah paham? Dengarkan apa yang hati Anda katakan. Biasanya, reaksi Anda adalah indikator yang baik dari apa yang Anda benar-benar pikirkan.

Dengarkan kebenaran di balik reaksi Anda dan pastikan itu bukan datang dari masa lalu Anda. Meresponlah dengan sengaja, dan bukannya bereaksi secara naluriah.

 

2. Urungkan sikap defensif.

Jika Anda merasa perlu untuk menghadapi orang yang telah menyakiti Anda, ungkapkan sudut pandang Anda tentang insiden itu. Sungguh menakjubkan betapa banyak konfrontasi dapat dicegah dengan menghapus sikap defensif dan permusuhan.

Beri kesempatan orang lain untuk menjelaskan sudut pandangnya. Kemudian bersama-sama Anda bisa membuat kesepakatan dan saling memaafkan.

 

3. Hapus kebutuhan untuk menjadi selalu benar.

Tanpa sadar, pembentukan pola pikir akibat kejadian masa lalu, bisa membuat situasi yang buruk menjadi lebih buruk.

Orang lain berhak untuk punya pikiran dan pendapat mereka sendiri. Ketika perbedaan pendapat muncul, tak perlu selalu mendikte bahwa satu orang yang benar dan yang lain salah. Katakan saja Anda tidak setuju.

 

 

4. Kenali dan meminta maaf untuk apapun yang mungkin Anda lakukan yang berkontribusi pada memburuknya situasi.

Pastikan, bahwa permintaan maaf Anda memang bersumber dari rasa bersalah. Jangan menganggap bahwa masa lalu, bisa dijadikan pembenaran untuk bersikap pahit.

Memperlakukan seseorang dengan buruk dan kemudian menyalahkan pada sesuatu di masa lalu Anda yang tidak ada hubungannya dengan masa sekarang, sama sekali tidak bisa dibenarkan.

 

5. Respon, bukan reaksi.

Untuk bisa melakukan hal ini, Anda harus mengambil jeda cukup lama untuk berpikir dan mengevaluasi. Kadang-kadang, dengan bersikap menunggu, Anda akan menambah perspektif dibutuhkan.

Dengan menanggapi atau merespon dan tidak hanya bereaksi, Anda melakukan kontrol atas perilaku Anda.

Pelecehan emosi di masa lalu mungkin telah menyebabkan Anda untuk memiliki sisi yang cukup sensitive, yang secara tidak sengaja dapat mendorong cepat bereaksi tanpa cukup berpikir.

Belajar keterampilan ini, akan membantu Anda merespons dengan tepat dan akan sangat berarti juga bagi orang lain.

 

6. Miliki sikap menjembatani dan bukan menyerang atau mundur.

Sikap damai jauh lebih mudah bagi semua orang daripada bermusuhan, defensif. Praktikkan sikap kasih dan penerimaan. Ini tidak berarti Anda setuju dengan orang yang telah menyakiti Anda atau dengan apa yang telah dia lakukan.

Ketika Anda menunjukkan keprihatinan Anda dengan pintu terbuka untuk rekonsiliasi, Anda akan menemukan diri Anda sendiri senang dengan perdamaian yang terjadi.

 

7. Sadari bahwa Anda mungkin menjadi sasaran kemarahan seseorang tapi bukan sumber dari kemarahan itu.

Anda mungkin menemukan diri Anda dalam posisi yang tidak enak yaitu menjadi sasaran kemarahan orang lain. Bertanggung jawablah hanya untuk bagian Anda, dan hindari jatuh ke dalam perangkap menerima kesalahan palsu orang lain.

 

8. Buat batas pribadi.

Ini adalah bagian dari reklamasi kekuatan pribadi Anda. Anda memiliki hak untuk menentukan sampai batas mana toleransi Anda dan Anda boleh berkeras memertahankan batas itu.

 

9. Sadarilah bahwa bahkan jika seseorang telah menyakiti Anda, bukan berarti dia mengambil kebahagiaan pribadi Anda.

Ingat, Anda bertanggung jawab atas sikap dan respon Anda sendiri. Jika rasa sakit berasal dari perbuatan orang lain yang tidak disengaja, tanyakan pada diri sendiri, "Mengapa Anda harus mempembesar dan terus mengingat masalah itu?"

Jika sakit itu berasal dari perbuatan yang disengaja, "Jika orang tersebut telah meminta maaf dan melupakannya, mengapa Anda masih terjebak di rasa sakit hati?"

Jika rasa sakit itu hasil dari perbuatan yang disengaja dan tak terampuni, katakan kepada diri sendiri, "Saya memilih untuk memaafkan, sehingga saya bisa meneruskan hidup dengan nyaman." Kemudian tegaskan kembali ke diri sendiri bahwa Anda harus bahagia, tak peduli apapun yang terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com