JAKARTA, KOMPAS — Semua pihak yang setuju generasi muda tidak menjadi perokok pemula diharapkan ikut mengawal Rancangan Undang-Undang Penyiaran. RUU ini melarang iklan rokok di media penyiaran.
Hal itu mengemuka dalam bincang "Kenapa Harus Ada Iklan Rokok", Jumat (10/2), di Jakarta. Praktisi hukum Muhamad Joni mengatakan, pelarangan tayangan iklan rokok harus dilakukan karena frekuensi penyiaran milik publik. Paparan iklan rokok secara terbuka ataupun implisit sangat memapar anak kecil hingga muda-dewasa.
"Mereka ini akan menjadi perokok yang loyal. Jadi, tepat langkah Komisi I DPR yang melarang penyiaran iklan rokok," katanya.
Joni berharap semua pihak mengawal RUU Penyiaran hasil panitia kerja di Komisi I DPR tersebut. Jangan sampai, misalnya, harmonisasi di Badan Legislasi DPR justru membuat substansi RUU Penyiaran terkait iklan rokok mundur.
"Sangat beralasan kalau iklan rokok dilarang karena sebelumnya sudah dibatasi. Kita, kan, ingin regulasi yang lebih baik," katanya.
RTS Masli, praktisi periklanan yang telah berkarya selama 40 tahun, mengatakan, tak ada lembaga di dunia yang menyatakan rokok itu menyehatkan. Karena itu, yang dijual dalam iklan rokok adalah emosi melalui persuasi.
Iklan rokok dilakukan berkali-kali agar efektif memengaruhi audiens. Satu iklan rokok bisa ditayangkan minimal 10 kali pada satu televisi selama dua bulan. Meski dibatasi waktu tayang pada pukul 21.30-05.00, hal itu tetap berpotensi memapar anak-anak.
Masli sangat mendorong agar secara bertahap dan terencana pemerintah mengurangi industri rokok. "Peringatan 'Merokok Membunuhmu' (pada bungkus rokok) itu luar biasa. Ada pembunuhan di situ," kata Masli yang menyebut pernah menangani beberapa iklan rokok.
Dalam kesempatan itu, artis Sarah Sechan mengkhawatirkan paparan iming-iming rokok pada anaknya. Iklan rokok tidak hanya tampil di televisi, tetapi juga berbagai medium publik. Iklan rokok yang menanamkan citra cool, pemberani, setia kawan, dan hebat berpotensi menjadi bagian hidup anak-anak yang sedang mencari jati diri.
Musisi Ekki Soekarno menuturkan, musisi tidak perlu khawatir kekurangan sponsor di luar perusahaan rokok ketika menyelenggarakan kegiatan. Penolakan sponsor rokok dalam festival musik sudah dimulai dalam sebuah festival drumer dan perkusi. (ICH/ADH)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul "Kawal Rencana Pelarangan Iklan Rokok".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.