Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/03/2017, 20:26 WIB
Lily Turangan

Penulis

KOMPAS.com - Betapa batin kita terhenyak lagi mendengar kasus kekerasan seksual pada anak-anak yang dilakukan jaringan online pedofil baru-baru ini. Ternyata, predator seksual tidak hanya ada di lingkungan kita, mereka juga eksis di dunia maya lewat media sosial.

Kasus terbaru adalah terungkapnya kelompok paedofil di grup Facebook untuk bertukar foto dan video porno anak.

Jaringan paedofil ini sudah beranggotakan lebih dari 7.000 orang lintas negara. Kemudahan akses internet mempermudah pemangsa mendapatkan anak-anak sebagai korbannya.

Namun, keprihatinan dan kemarahan saja tidak cukup. Kita juga harus aktif mencaritahu cara melindungi anak-anak kita.

Menurut Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si., Psi., psikolog dari Klinik Terpadu UI Depok dan Klinik Tiga Generasi di Jakarta Selatan, secara garis besar ada dua tahap "kerja" predator seksual yang paedofil yang perlu orang tua pahami.

"Pertama disebut accessing, yaitu mereka mencari akses untuk bisa dekat dengan anak-anak. Bisa dengan cara bekerja di rumah Si Anak, menjadi sahabat orang tuanya, dan lain sebagainya,” kata psikolog yang akrab disapa Nina ini.

“Setelah dekat, mereka akan khusus baik ke anak dengan misalnya sering memberi hadiah tanpa alasan jelas," lanjutnya.

Selain itu, mereka juga pintar mencari cara supaya bisa berduaan dengan anak. Contohnya, menawarkan diri merawat anak saat orangtuanya pergi.

“Atau mengantar anak ke toilet dan orangtuanya dibujuk supaya tidak ikut dengan berbagai alasan, seperti selesaikan saja pekerjaan atau selesaikan makan dulu dan akhirnya membiarkan anak diantar oleh Si Predator," tambah Nina.

Setelah dekat dan bisa berduaan dengan anak, di situlah pintu pelecehan seksual mulai terbuka.

Proses pendekatan yang kompleks dan panjang ini disebut dengan grooming.

Tahap kedua adalah silenting atau menutupi kejadian. Pada tahap ini, pelaku akan meminta atau memaksa anak merahasiakan perbuatan bejatnya dengan dalih macam-macam.

Contohnya, dengan berkata: "Nanti kalau Mama tahu, kamu akan dimarahi dan tidak bisa terima hadiah lagi.".

Atau, "Nanti kalau Mama tahu, Mama kamu akan masuk penjara." Anak yang masih kecil tidak paham bahwa dalih itu hanya kebohongan belaka.

Melindungi Anak

Setelah mengetahui cara kerja predator seksual, orangtua diharapkan bisa lebih waspada namun tidak langsung berkesimpulan bahwa orang yang dekat dengan anak-anak pasti predator.

Tidak juga menganggap bahwa semua pedofil pasti predator, karena faktanya memang demikian. Selain harus lebih awas, orangtua juga disarankan untuk:

1. Mulai usia sekitar dua tahun beri mereka pengertian bahwa tidak boleh ada orang lain menyentuh mereka terutama di bagian dada, bibir, kelamin dan anus.

Hanya orangtua yang boleh, itupun jika orangtua sedang memandikan mereka. Dokter pun hanya boleh menyentuh anak di ruang periksa dan di bawah pengawasan orangtua.

Jika anak bertanya mengapa, Anda bisa menjelaskan bahwa Anda saja sebagai orangtuanya tidak pernah menyentuh mereka sembarangan, kecuali karena kepentingan seperti memandikan mereka.

Bahwa itu adalah tugas orangtua, bukan tugas yang bisa dilakukan orang lain apalagi tanpa pengawasan Anda sebagai ibu atau ayahnya. Sampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak.

2. Ajarkan anak untuk melapor jika ada orang lain menyentuh mereka dan membuat mereka tidak nyaman.

Jika Anda curiga anak Anda mungkin telah menjadi korban pelecehan, luangkan waktu khusus untuk bertanya dan mengajak anak mengobrol untuk mengonfirmasi kecurigaan Anda.

3. Jika Anda curiga di lingkungan rumah ada predator, ajak tetangga untuk bekerjasama mengawasi.

Anda boleh bertanya ke tetangga seperti, "Saya kok merasa Si A agak aneh karena terlalu dekat dengan anak-anak dan seringkali memberi hadiah, padahal tidak ada momen khusus. Menurut pengamatan kamu bagaimana?"

Jika orang yang Anda curigai ada di sekolah, Anda bisa mengajak orangtua siswa lain untuk sama-sama mengawasi orang itu dan saling bantu menjaga anak masing-masing.

4. Ajarkan anak tidak membuka baju di depan orang lain dan jangan mau difoto dalam keadaan telanjang atau tidak berpakaian lengkap.

5. Orangtua pun jangan membiasakan diri membuka atau mengganti baju anak di depan publik. Bahkan ketika sedang di pantai atau di kolam renang.

Biasakan mengganti atau membuka baju anak di toilet atau tempat tertutup. Jik tidak da tempat tertutup, tutupi tubuh anak dengan kain lebar atau handuk lebar.

6. Orangtua tidak perlu memajang foto atau video anak di publik, selucu apapun pose anak Anda, terutama jika dia dalam keadaan tidak berpakaian lengkap.

"Meski itu misalnya di pantai atau kolam renang dan anak hanya berbikini atau memakai baju/celana renang," kata Nina. Di mata kita, mungkin foto itu dianggap lucu. Tapi, di mata predator seksual yang pedofil?

Anda tidak akan bisa memastikan siapa saja yang membagi ulang foto anak Anda yang imut.

Dengan begitu, Anda juga tidak bisa memastikan bahwa semua orang yang melihat foto itu, tidak berhasrat jahat terhadap Si Kecil.

7. Tidak perlu berbagi identitas anak di publik atau media sosial. Tidak perlu bercerita di sosial media, di mana anak Anda sekolah. Juga tidak perlu berbagi lokasi Anda atau anak Anda sedang ada di mana.

Hati-hati juga menuliskan status yang bisa menjadi tanda bahwa Anda sedang tidak bersama si kecil.

Mungkin saja ada seseorang yang sudah tertarik pada anak Anda, dan dia sedang mengawasi dan mencari kesempatan ketika anak Anda tanpa pengawasan yang memadai.

8. Ajarkan anak menolak dengan tegas, lari dan mencari pertolongan dengan segera jika dia merasakan ada bahaya atau dibuat tidak nyaman oleh orang lain, sedangkan Anda sedang tidak bersamanya.

Misalnya, anak harus lari dan berteriak jika ada orang lain yang memaksa menyentuh atau membawanya.

Ajarkan anak lari ke arah keramaian sambil terus berteriak minta tolong. Atau, ajar anak mencari pertolongan kepada ibu-ibu yang membawa anak, atau kepada satpam.

"Sebelumnya, tentu Anda harus membekali anak dengan pengetahuan ciri-ciri satpam seperti apa, misalnya seragamnya bagaimana, warnanya warna apa," jelas Nina.

Nina juga berpendapat bahwa biasanya, ibu-ibu yang membawa anak, lebih peka kepada anak kecil lain yang meminta pertolongannya.

Pesankan juga kepada ana,k agar jangan mau ikut jika dibawa pergi oleh orang yang tadinya menolongnya. Ini untuk menghindari "lepas dari mulut singa masuk mulut buaya".

Tetapi, ajarkan anak untuk meminta orang itu segera menelepon Anda. Jangan lupa, bekali anak dengan nomor telepon Anda yang selalu stand by dan minta anak menghapalkannya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com